REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai DPR gagal menjalankan tugasnya dalam fungsi pengawasan selama pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dari minimnya kritik terhadap penanganannya, yang berujung terus meningkatnya kasus positif di Indonesia.
“Meski telah ada Tim Pengawas Covid-19 (DPR), jumlah orang positif Covid-19 tetap banyak. Sehingga perlu dipertanyakan efektivitas dari tim ini,” ujar peneliti Formappi I Made Leo Wiratma dalam rilis ‘Evaluasi Kinerja DPR pada Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021’, Kamis (5/11).
Tim ini seakan tidak membawa efek terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19. Apalagi pada penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021, Ketua DPR Puan Maharani mengajak masyarakat untuk memberikan apresiasi atas usaha-usaha yang dilakukan pemerintah.
“Alih-alih melakukan pengawasan, DPR justru menjadi juru bicara pemerintah. Selain itu, sampai dengan berakhirnya Masa Sidang IV Tahun Sidang 2019-2020 ada 32 panja pengawasan yang dibentuk DPR,” ujar Leo.
Selain itu, mayoritas rapat komisi di DPR dalam rangka pengawasan penanganan Covid-19 digelar secara tertutup. Salah satunya, rapat Komisi VII dengan PLN dan BUMN pertambangan untuk membahas masalah tata niaga dan penetapan harga patokan untuk mineral dan batu bara.
“Itu merupakan pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip open parliament Indonesia yang merupakan salah satu tim bentukan DPR sendiri. Bahkan patut diduga dapat dimanfaatkan untuk melakukan transaksi-transaksi tertentu yang berpotensi menjadi benih korupsi,” ujar Leo.
Kinerja DPR pada Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 cenderung sangat lunak. Bahkan, Ketua DPR RI Puan Maharani disebutnya hanya bertindak sebagai juru bicara pemerintah.
“Ketua DPR justru lebih berperan sebagai juru bicara pemerintah, ketimbang juru terang lembaga yang dipimpinnya,” ujar Leo.