Senin 09 Nov 2020 00:45 WIB

Joe Biden Menang, Isu Krisis Iklim Mulai Disinggung

Beberapa pemimpin dunia mulai singgung isu krisis iklim terkait kemenangan Joe Biden.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Nora Azizah
Pemimpin seluruh dunia menanggapi dengan beragam terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (Foto: Joe Biden)
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Pemimpin seluruh dunia menanggapi dengan beragam terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (Foto: Joe Biden)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin seluruh dunia menanggapi dengan beragam terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat dalam pemilihan yang berakhir Sabtu (7/11) lalu. Beberapa di antara para pemimpin dunia menggunakan pesan pertama mereka kepada Biden membahas terkait krisis iklim. Perdana Menteri Inggris, Kanada, dan Australia termasuk di antara pemimpin yang menyinggung soal krisis iklim.

"Selamat kepada Joe Biden atas terpilihnya sebagai Presiden AS dan untuk Kamala Harris untuk pencapaian bersejarahnya. AS adalah sekutu terpenting kita dan saya berharap dapat bekerja sama secara erat dalam prioritas bersama, dari perubahan iklim hingga perdagangan keamanan," kata Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dilansir di The Independent, Ahad (8/11).

Baca Juga

Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan dia akan bekerja sama dengan Biden dan wakil presiden terpilihnya dalam beberapa hal. Trudeau menyebut memajukan perdamaian, kemakmuran ekonomi, dan tindakan terhadap iklim di seluruh dunia.

Pemimpin lain yang menyebutkan soal iklim adalah pemimpin dari Fiji, Swedia, Selandia Baru, Austria, Islandia, Maladewa, dan Yunani. Presiden Fiji, Frank Bainimarama mengajak Biden untuk bersama-sama menjaga Bumi.

Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS meninggalkan forum perubahan iklim yang diberi nama Perjanjian Paris pada 4 November lalu. Namun, Biden dengan tegas menyatakan, jika dirinya menang akan kembali bergabung ke dalam forum tersebut. Bergabungnya kembali AS kepada Perjanjian Paris akan menjadi kunci negara tersebut dalam menegaskan otoritasnya pada tahap iklim global.

"Sebagai penghasil gas rumah kaca terbesar kedua setelah Cina, AS harus memainkan peran global yang positif untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim," kata Manajer kebijakan internasional di Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam, Brendan Guy kepada The Independent.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement