REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Terkurung di rumah selama pandemi Covid-19 membuat seorang siswa Lau Tsz-ip (16 tahun) menghabiskan waktu 10 jam per hari menjelajahi laman sosial medianya. Lau merupakan anak sulung dan telah memiliki komputer dan ponsel sebelum usianya 10 tahun.
Lau sudah menghabiskan banyak waktu di ponsel dan iPad sebelum pandemi, menjelajahi Instagram dan Facebook, menonton video YouTube, dan bermain game. Tapi, waktunya di depan layar laptop atau ponsel meningkat selama pandemi. Misal, untuk belajar daring meningkat dari sekitar empat jam menjadi tujuh jam sehari.
“Pandemi membuat saya sadar, saya telah menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar,” kata Lau, dilansir South China Morning Post, Selasa (10/11).
Para ahli prihatin dengan penggunaan ponsel, komputer, televisi, dan perangkat digital lainnya oleh kaum muda. Mereka mengatakan pandemi telah mengakibatkan anak muda menghabiskan lebih banyak waktu di layar saat mereka tinggal di rumah dan belajar daring. Sebuah survei terhadap 97 remaja berusia 13 hingga 25 tahun oleh Hong Kong Playground Association, sebuah LSM yang menyediakan layanan sosial untuk anak-anak dan remaja, menemukan mereka menghabiskan rata-rata delapan setengah jam sehari di ponsel, kebanyakan media sosial.
Diwawancarai antara Maret dan Mei, lebih dari dua pertiga responden mengatakan mereka menggunakan media sosial untuk mencari tahu apa yang dilakukan orang lain. Sementara lebih dari setengah menjelajahi situs dan hampir setengahnya menggunakan media sosial untuk komunikasi. Lebih dari separuh mengatakan menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial menyebabkan insomnia. Sementara yang lainnya menuturkan penggunaan yang berlebihan mengakibatkan kinerja yang buruk dalam studi dan di tempat kerja mereka.
Chan Ying-kit, yang bertanggung jawab atas Pusat Pikiran Kesehatan dari Federasi Grup Pemuda Hong Kong mengatakan kaum muda menghabiskan lebih banyak waktu di layar karena banyak yang sudah memiliki ponsel dan perangkat lain saat mereka duduk di kelas empat atau lima.
Banyak orang tua yang telah menelponnya untuk meminta bantuan perihal ini. Mereka mengatakan anak-anaknya hanya terpaku pada layar ponsel. Sementara sekolah, juga mulai bertindak untuk meningkatkan kesadaran akan kecanduan daring.
Chan menjelaskan penggunaan perangkat digital yang tepat untuk belajar, bersosialisasi, dan bahkan hiburan dapat bermanfaat. Tetapi penggunaan berlebihan adalah masalah, terlebih dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari, kinerja akademik, dan hubungan.
“Meningkatnya waktu menonton di kalangan anak muda tidak bisa dihindari di dunia digital ini. Kuncinya adalah belajar memanfaatkan perangkat ini untuk tujuan yang bermakna,” ujar Chan.
Psikolog dan konselor yang tinggal di Hong Kong, Dr Michael Eason mengatakan tahun ini dia menerima lebih banyak pertanyaan dari orang tua yang mencari solusi terhadap kecanduan anak-anak mereka di depan layar gawai. Menurutnya, selain melakukan tugas sekolah dan menggunakan media sosial selama penguncian, anak muda juga menghabiskan lebih banyak waktu daring karena takut ketinggalan (FOMO), sejenis kecemasan yang ditandai dengan kebutuhan terus menerus untuk tetap terhubung dengan orang lain.
“Ketersediaan perangkat elektronik yang sangat banyak dan integrasinya ke dalam kehidupan kita sehari-hari membuatnya sangat diperlukan, menjadi ketergantungan dan penggunaan yang berlebihan,” kata dia.
Profesor Wong Kam-fai dari departemen teknik sistem dan manajemen teknik di Universitas China, mengatakan beberapa fitur media sosial dirancang untuk membuat orang menjadi ketagihan. Sebab, platformnya dapat melacak minat dan interaksi para pengguna yang kemudian dapat direkomendasikan pada konten terkait. Sehingga membuat para pengguna bertahan lebih lama di depan layar. Pusat Perlindungan Kesehatan memperingatkan waktu menonton yang berlebihan, aktivitas individu yang tidak banyak bergerak akan berdampak negatif pada perkembangan fisik, psikologis, dan sosial kaum muda.
Survei tahun 2017 oleh Departemen Kesehatan menunjukkan sekitar sepertiga siswa sekolah dasar mengatakan mereka kurang tidur atau berhenti beraktivitas di luar ruangan karena penggunaan internet atau perangkat elektronik. Lebih dari separuh mengatakan mereka bertengkar dengan orang tua mereka karena aktivitas daring mereka, dan sekitar dua perlima mengatakan menggunakan internet atau perangkat elektronik telah memengaruhi kinerja akademis mereka.
Dalam semua aspek ini, proporsi siswa sekolah menengah yang terkena dampak bahkan lebih tinggi daripada siswa sekolah dasar. Dengan pandemi yang kemungkinan tidak akan segera berakhir, Chan dari Federation of Youth Groups mendesak sekolah dan guru untuk menemukan cara mencegah siswa menggunakan waktu belajar daring untuk tujuan lain.
Profesor Alice Lee Yuet-lin, dari departemen jurnalisme di Baptist University mengatakan daripada mengontrol waktu layar, lebih penting untuk melengkapi remaja dengan literasi media dan informasi. Sehingga mereka tahu bagaimana mengatur waktu mereka, bagaimana mengakses dan membuat menggunakan informasi yang berkualitas, dan melindungi diri dari pengaruh negatif seperti cyberbullying dan doxxing.
“Karena kita tidak dapat melepaskan diri dari digitalisasi, penting untuk belajar menggunakannya dengan cermat,” ucap dia.