REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Lintar Satria, Rr Laeny Sulistyawati, Reuters
Harapan dunia untuk bisa mengakhiri pandemi Covid-19 belakangan muncul lewat klaim Pfizer, produsen farmasi Amerika Serikat (AS), yang menyatakan bahwa vaksin yang tengah mereka produksi efektif dapat mencegah lebih dari 90 persen orang terkena Covid-19. Bersama BioNTech, Pfizer telah melakukan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara dan tidak menemukan masalah keamanan.
Pfizer berencana untuk mengajukan persetujuan darurat untuk menggunakan vaksin tersebut pada akhir bulan. Meski sebagian ahli dan ilmuwan masih skeptis atas klaim Pfizer itu, sebagian lainnya menyambut hangat adanya harapan untuk kembali hidup normal.
"Saya mungkin orang pertama yang mengatakan (harapan) itu, tapi saya akan mengatakannya dengan yakin," kata Sir John Bell, profesor kedokteran regius di Universitas Oxford, dilansir di BBC, Selasa (10/11).
Berdasarkan laporan Pfizer, uji klinis di AS, Jerman, Brasil, Argentina, Afrika Selatan, dan Turki menunjukkan 90 persen efektivitas diketahui setelah tujuh hari setelah dosis kedua disuntikkan kepada relawan. Namun, data yang didapat belum menjadi analisis akhir karena hanya didasarkan pada 94 sukarelawan pertama.
"Ini adalah langkah yang signifikan lebih dekat untuk menyediakan orang-orang di seluruh dunia dengan terobosan yang sangat dibutuhkan untuk membantu mengakhiri krisis kesehatan global ini," ujar COO Pfizer, Albert Bourla.
Sementara, Ugur Sahin, salah satu pendiri BioNTech, menggambarkan hasil ini sebagai tonggak sejarah. Dalam pernyataan bersama, Pfizer dan BioNTech menyatakan, akan memiliki data keamanan yang cukup pada minggu ketiga November untuk membawa vaksin mereka ke regulator.
Namun, Pfizer dan BioNTech mengatakan, data keamanan belum dapat tersedia pada bulan ini. Kedua perusahaan itu juga belum merilis data mereka untuk ditinjau ilmuwan lain, salah satu langkah untuk menentukan hasil penelitian.
Uji coba yang melibatkan 44 ribu sukarelawan awalnya dirancang untuk menganalisis apakah vaksin bekerja terhadap 32 orang yang mengalami gejala Covid-19. Wakil presiden pengembangan dan penelitian klinis vaksin Pfizer Dr. William Gruber mengatakan, rencana penelitian berubah setelah rapat dengan regulator AS.
Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil data dari 94 orang. Laporan yang diumumkan Pfizer dan BioNTech berdasarkan penelitian yang dirancang untuk menunjukkan vaksin efektif setelah 164 orang jatuh sakit.
Pfizer mengatakan, izin dari regulator mungkin akan terbit pada pekan pertama atau kedua bulan Desember. Saat kelompok peninjau dari Badan Obat-obatan dan Makanan AS (FDA) menilai hasil penelitian dan memutuskan apakah memberi wewenang untuk diberikan ke masyarakat luas.
Kedua perusahaan tersebut mengatakan mereka akan dapat memasok 50 juta dosis pada akhir tahun ini dan sekitar 1,3 miliar pada akhir tahun 2021. Setiap orang membutuhkan dua dosis. Inggris seharusnya mendapatkan 10 juta dosis pada akhir tahun, dengan 30 juta dosis lagi sudah dipesan.
Lantaran keterbatasan produksi, tidak semua orang akan mendapatkan vaksin secara langsung. Dan setiap negara akan memutuskan siapa yang harus diprioritaskan untuk disuntik lebih dulu.
Hasil uji klinis vaksin produksi Pfizer dan BioNTech bisa dibilang lebih cepat dari yang diperikarakan sebelumnya. Ilmuwan mengatakan hasil uji coba vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan Jerman BioNTech dan perusahaan Amerika Serikat (AS) Pfizer keluar lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Tetapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
"Hal ini mendorong semangat tapi benar-benar hasil yang paling awal," kata pakar virus dan peneliti vaksin dari Mayo Clinic, Gregory Poland, Selasa (10/11).
Mayo Clinic pusat penelitian medis paling terkenal di Amerika. BioNTech dan Pfizer mengatakan vaksin ini 90 persen efektif mencegah 94 orang sukarelawan pertama terinfeksi Covid-19.
Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab seputar vaksin ini. Seperti apakah vaksin dapat mencegah komplikasi atau penyakit yang sudah parah, berlama vaksin melindungi penerimanya dari Covid-19 dan seberapa baik kerjanya terhadap orang lanjut usia.
"Hal ini memberikan Anda lebih banyak kekuatan dan rasa percaya diri, ketika Anda melipat tigakan angkanya dan Anda mendapatkan perbedaan besar diantaranya, tampaknya hampir nyata," kata profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College, New York, John Moore.
"Jika vaksin mengurangi gejala parah dan kematian dan dengan demikian membuat masyarakat secara keseluruhan kembali menjalani kehidupan normal, maka harus efektif bagi orang lanjut usia," kata profesor imunologi dan penyakit menular Edinburgh University, Eleanor Riley.
Respons Indonesia
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku tengah menunggu penelitian para ahli yang mempelajari vaksin Covid-19 produksi Pfizer dan BioNTech. Indonesia sendiri saat ini baru memiliki komitmen pengadaan vaksin Covid-19 dengan perusahaan China, Sinovac.
"Kami sedang menunggu kajian dari para ahli, sehingga belum bisa berkomentar memutuskan membeli Pfizer atau tidak," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( Dirjen P2P) Kemenkes Muhammad Budi Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (11/11).
Menurutnya, persoalan ini butuh pemeriksaan lebih lanjut. Artinya, dia melanjutkan, pemerintah tidak mau gegabah dalam memutuskan membeli vaksin ini tanpa mendengar terlebih dahulu pendapat pakar.
Kendati demikian, ia memastikan pemerintah Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma masih melakukan penelitian vaksin yang bekerja sama dengan pihak luar negeri.
Menurut Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Suryopratomo, pendekatan pengadaan vaksin yang dilakukan pemerintah bukanlah membeli vaksin Pfizer dan BioNTech melainkan menjalin kerja sama internasional. Menurutnya, semua negara tidak mungkin bisa bekerja sendiri dan harus bersama-sama dibawah koordinasi organisasi kesehatan dunia PBB (WHO).
"Sejauh ini kerja sama sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Luar Negeri (menlu). Tentunya nanti akan di-follow up oleh Menteri BUMN," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (11/11).
Ia mengaku, Indonesia bersama seluruh bangsa di dunia turut berupaya menangani pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) ini. Sejauh ini, dia menambahkan, Indonesia telah berkoordinasi dengan China, Inggris, dan Swiss. Kemudian, dia melanjutkan, tidak tertutup kemungkinan Indonesia juga bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS).
"Tetapi semua produk itu (vaksin Pfizer dan BioNTech) ketika sudah ditemukan harus dibagi secara merata ke seluruh dunia. WHO yang akan menetapkan, sehingga semua negara bisa mendapat pembagian yang adil," katanya.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyambut baik laporan vaksin buatan perusahaan Pfizer dan BioNTech yang berhasil menjalankan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara. PB IDI menyebutkan vaksin ini bisa menjadi harapan jika dipakai di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih, interim report atau laporan sementara Pfizer memang hasilnya bagus bahwa 90 persen bisa melindungi seseorang dari infeksi Covid-19.
"Itu bisa menjadi harapan. Sebenarnya semua vaksin, bukan hanya Pfizer, melainkan juga Sinovac yang kerja sama dengan China juga menunjukkan hasil uji klinis yang menggembirakan meskipun belum selesai seperti Pfizer," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (11/11).
IDI mengaku mendapatkan informasi dari Bio Farma bahwa uji klinis Sinovac berjalan dengan baik. Pun halnya dengan vaksin buatan Astra Zeneca, yang uji klinisnya sejauh ini juga dinilai baik dan aman. Dari pantauan IDI, dia melanjutkan, semua uji klinis vaksin-vaksin ini sudah on the track, artinya tinggal menunggu laporan resmi menunjukkan hasil yang baik meski memang belum diumumkan.
"PB IDI sangat mendukung pemerintah menyediakan vaksin yang bermutu, aman, dan efektif. Namun, yang penting bagi IDI bukan merek vaksinnya, melainkan hasil uji kliniknya terbukti baik, efektif, dan aman," ujarnya.