REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Membaca surat al-Fatihah merupakan unsur terpenting dalam ibadah itu. Dialah pembuka dari surat-surat lainnya, pun dikenal dengan sebutan as-sab'ul matsani (tujuh yang diulang-ulang), karena dibaca berulang-ulang pada setiap rakaat sholat.
Membaca surat al-Fatihah adalah salah satu rukun dalam shalat yang konsekuensinya adalah sholat kita tidak sah jika tidak membacanya. Selain itu, kita juga harus berhati-hati ketika membaca surat al-Fatihah dalam shalat. Pasalnya, jika kita kurang tepat atau bahkan salah dalam membacanya, akan berakibat pada tidak sahnya sholat kita.
عن عُبادةَ بنِ الصَّامتِ رضيَ اللهُ عنه، قال: قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: لا صلاةَ لِمَن لم يقرَأْ بفاتحةِ الكتابِ
Rasulullah SAW bersabda, dalam hadits riwayat Ubadah bin as-Shamait RA: ''Barang siapa sholat dalam keadaan tidak membaca al-Fatihah, maka shalatnya cacat (Rasulullah mengulanginya sampai tiga kali).'' (HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah RA)
Lantas apa hukum membaca surat al-Fatihah bagi makmum? Para ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum sholat. Perbedaan pendapat ini tak lepas dari argumentasi para ulama yang didasarkan dalil dan ijtihad.
Dalam buku Memahami Arti Bacaan Sholat karya M Masrur dijelaskan, ulama mazhab berbeda pendapat mengenai hal ini. Misalnya ulama dari kalangan Mazhab Hanafi, ulama dari kalangan ini mengatakan bahwa tidak perlu hukumnya membaca Al-Fatihah bagi makmum dalam sholat.
Adapun Mazhab Maliki dan Hanbali menyebutkan, makmum yang membaca Al-Fatihan dan surat pada sholat sirr (membaca dengan suara pelan). Dan tidak membaca apapun dalam sholat jahr (membaca dengan suara keras).
Sedangkan ulama dari kalangan Mazhab Syafii menyebutkan, imam dan makmum maupun orang yang sholat sendirian diwajibkan untuk membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat. Inilah perbedaan para ulama mazhab dalam menghukumi suatu hukum syariat. Wallahu a’lam