REPUBLIKA.CO.ID, SANAA--Persekutuan antara Arab Saudi dengan partai al Islah Yaman -yang berafiliasi pada Ikhwanul Muslimin- untuk memerangi milisi Houthi kini justru tengah mengalami ketegangan. Ini disebabkan langkah-langkah Arab Saudi baru-baru ini yang menargetkan Ikhwanul Muslimin. Hal itu membuat al Ishlah mengkhawatirkan status aliansi yang telah dibangun lama dengan Arab Saudi.
Sebenarnya Arab Saudi dan juga Uni Emirat Arab (UEA) sudah lama menentang Ikhwanul Muslimin. Dua negara itu bahkan menyebut Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris pada 2014. Meski begitu Arab saudi membangun kerja sama dengan al Islah sebuah partai politik Yaman yang berafiliasi pada Ikhwanul Muslimin. Status al Islah sebagai klien dari Arab Saudi tumbuh pasca intervensi pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman pada 2015.
Arab Saudi mencoba menahan diri untuk mengeluarkan pidato atau pernyataan permusuhan melawan Ikhwanul Muslimin selama menyuplai senjata kepada pejuang al Islah yang memerangi milisi Houthi yang berpihak pada Iran. Bahkan Arab Saudi juga mengerahkan pasukannya bersama dengan prajurit al Islah.
Tetapi hubungan aliansi itu berubah seketika pada pekan lalu, saat Dewan Cendekiawan Senior Arab Saudi mengeluarkan pernyataan yang menyebut Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Hal itu sontak menimbulkan reaksi kegaduhan para pejabat al Islah.
"Kelompok Ikhwanul Muslimin adalah kelompok teroris dan tak mewakili metode Islam. Melainkan secara membabi buta mengikuti tujuan partisannya yang bertentangan dengan tuntutan agama kita yang luhur. (Ikhwanul Muslimin) menjadikan agama sebagai topeng untuk menyamarkan tujuannya, perintah untuk mempraktikkan yang sebaliknya seperti menghasut, mendatangkan malapetaka, melakukan kekerasan dan terorisme," kata Dewan Cendekiawan Senior Arab Saudi seperti dilansir Middle East Eye pada Sabtu (21/11).
Pernyataan itu menjadi pernyataan resmi pertama Arab Saudi menentang Ikhwanul Muslimin sejak 2014. Pernyataan itu membuat al Islah merasa khawatir. Sementara sekutu Arab Saudi yaitu UEA malah telah beberapa kali menargetkan al Islah selama perang. UEA menggunakan tentara bayaran Amerika untuk membunuh pemimpin al islah hingga membuat proxy lokal agar bentrok dengan pejuang al Islah.
Sementara itu menanggapi pernyataan Arab Saudi, para pimpinan al Islah seperti Tawakkol Karman yang pernah memperoleh nobel perdamaian melontarkan kritik kepada kerajaan Arab Saudi. Ia menuduh kerajaan Arab Saudi dan putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menekan kebebasan.
"Kepada dewan munafik senior untuk bin Salman dan pemoles sepatunya: Anggota Ikhwanul Muslimin di Arab Saudi sedang berjuang demi kebebasan rezim bin Salma , dan mereka menekan kebebasan semua pihak, baik Ikhwanul Muslimin atau yang lainnya. Penjara (Arab Saudi) penuh dengan mereka yang berkata tidak, dan mereka yang diharapkan mengatakan tidak. Arab Saudi adalah ayah dan ibu dari terorisme, " kata Karman.