REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pembubaran organisasi kemasyarakata Front Pembela Islam (FPI) jadi perbincangan usai ancaman digulirkan Pangdam Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman. Namun, wacana ini menuai pro dan kontra lantaran pembubaran ormas bukan ranah TNI.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengatakan, negara sudah memiliki konstitusi, perundang-undangan, aturan, dan perangkat. Karenanya, dia berpendapat, implementasi semua itu sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara.
Mulai gerakan-gerakan separatis, melawan hukum, kriminal dan segala tindakan yang bertentangan konstitusi, perundangan-undangan atau hukum yang berlaku. Semuanya dipulangkan ke negara dan semua instrumennya untuk lakukan tugas dan kewajiban.
Tugas Muhammadiyah, kata Haedar, dan gerakan-gerakan keagamaan adalah dakwah, dan menyebarluaskan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Jadi, ormas dan lemabga dakwah tidak dibenani oleh hal-hal yang sudah jadi tanggung jawab dan peran negara.
"Karena itu, semuanya dikembalikan kepada negara, dengan dasar institusi hukum, konstitusi, peraturan dan perangkatnya untuk melakukan tugas dan kewajibannya," kata Haedar dalam jumpa pers Munas Tarjih Muhammadiyah XXXI," Senin (23/11).
Sebelumnya, wacana pembubaran FPI muncul usai insiden penurunan baliho Habib Rizieq dan konvoi Pasukan Khusus TNI di depan markas FPI. Ancaman pembubaran dikeluarkan Pandam Jaya, yang sampai kini ancaman itu masih menuai pro kontra.