Sabtu 28 Nov 2020 22:51 WIB

Komnas: Kekerasan Berbasis Gender Daring Naik Saat Pandemi

Komnas Perempuan juga menerima laporan kekerasan di perguruan tinggi.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan kekerasan berbasis gender dalam jaringan (daring) meningkat saat pandemi Covid-19.
Foto: Pixabay
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan kekerasan berbasis gender dalam jaringan (daring) meningkat saat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan kekerasan berbasis gender dalam jaringan (daring) meningkat saat pandemi Covid-19. "Data kekerasan 2020 selama masa pandemi saja 1.617 kasus, dan 1.458 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan berbasis gender," kata Alimatul dalam seminar virtual Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jakarta, Sabtu (28/11).

Alimatul menuturkan kekerasan gender berbasis daring atau siber yang diadukan secara langsung ke Komnas Perempuan hingga awal Oktober 2020, sudah ada 659 kasus. Padahal pada 2017, hanya ada 17 kasus.

Baca Juga

"Jenis kekerasan berbasis 'online' meningkat sangat tajam di saat pandemi terutama ada kebijakan 'stay at home' (tinggal di rumah) dan kehidupan kita berubah kebanyakan di dunia digital," tuturnya.

Dia menuturkan walaupun pendidikan jarak jauh, kekerasan berbasis gender masih ada. Terdapat 15 kasus kekerasan berbasis gender di perguruan tinggi yang langsung dilaporkan ke Komnas Perempuan pada periode Januari-Oktober 2020.

"Perlu ditegakkan di perguruan tinggi daripada pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual," tutur Alimatul.

Alimatul mengatakan jenis aduan kekerasan seksual di lembaga pendidikan antara lain perkosaan yang mana pelakunya adalah mahasiswa, pencabulan oleh dosen atau kepala program studi, pencabulan yang dilakukan oleh kakak tingkat. Dia menuturkan penanganan kekerasan seksual memerlukan perhatian serius.

Menurut Alimatul, tidak mudah bagi perempuan korban kekerasan seksual untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Hal itu karena korban trauma, kehilangan harga diri, perendahan martabat serta berbagai bentuk stigma akan diperolehnya dari lingkungan sosial yang tidak mendukung korban untuk mendapatkan keadilan. Kekerasan seksual sering dihubungkan dengan aib dan nama baik.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement