REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) membantah pengakuan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mengaku diberhentikan sebagai aparatur sipil negara (ASN). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menjelaskan, Pinangki sampai saat ini, masih tercatat sebagai pegawai negeri sipil berstatus nonjob di Korps Adhyaksa.
Kata Hari, Kejakgung sejak Juli 2020 hanya mencabut status jabatannya di struktural Korps Adhyaksa sebagai jaksa Kepala Biro Perencanaan dan Evaluasi II di Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambim). “Kalau status ASN-nya, masih ada. Belum dicabut. Yang dicabut itu, dari terdakwa Pinangki, baru jabatan strukturalnya saja sebagai di Biro Perencanaan,” kata Hari di Kejakgung, Jakarta, Rabu (2/12).
Pencabutan jabatan struktural tersebut, Hari menerangkan, sebagai sanksi disiplin dari Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Dalam putusan Jamwas, kata Hari, Pinangki melakukan pelanggaran berat berupa bepergian ke luar negeri tanpa izin atasan sebanyak sembilan kali sepanjang 2019. Terkait bepergian tanpa izin itu pula, diketahui Pinangki, melakukan pertemuan dengan terpidana, Djoko Tjandra, medio November-Desember 2019.
Hari menerangkan, meskipun jabatan strukturalnya dicopot. Namun, Pinangki, dikatakan Hari masih melekat profesi sebagai ASN, atau pegawai negeri sipil. “Kalau status ASN-nya itu, baru akan dicabut, kalau sudah ada vonis hukum pidana yang sekarang dijalani. Karena, kalau dicabut sekarang, kalau nantinya pengadilan menyatakan yang bersangkutan (Pinangki) tidak bersalah, kan kita (Kejakgung) yang salah,” terang Hari.
Penjelasan Hari tersebut, sekaligus menjawab pengakuan Pinangki di PN Tipikor, pada Senin (30/11) kemarin. Kepada majelis hakim, Pinangki sempat menyampaikan status ASN-nya yang dicabut pada 8 Agustus 2020. Pinangki mengatakan, pencabutan statusnya sebagai aparatur sipil negara tersebut, sempat membuatnya mengajukan banding terkait pemecatannya itu. Tetapi upaya tersebut tak jadi lantaran status hukumnya sudah menjadi tersangka.
Akan tetapi, jika merunut kasus Pinangki, sanksi pencopotan jabatan di Kejakgung, sebetulnya terbit pada akhir Juli 2020. Saat itu, dirinya masih berstatus saksi dalam penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) terkait penerimaan suap-gratifikasi 500 ribu dolar AS (Rp7,5 miliar) dari Djoko Tjandra. Baru pada Selasa (11/8) malam, Pinangki ditetapkan tersangka, dan langsung ditahan. Pada Rabu (12/8) pagi, Kejakgung baru mengumumkan status penetapan tersangka terhadapnya.