REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan Sri Irianti sebagai profesor bidang kesehatan Sanitasi dengan judul orasi 'Inovasi Pengintegrasian Program Water Sanitation Andhgiene (Wash) Menuju Tercapainya Sustainable Deveploment Goal 6 di Indonesia'.
Dalam sidangnya, di hadapan senat pengukuhan, Profesor Sri Irianti menegaskan, topik ini sejalan dengan latar belakang pendidikan dan research interests. Hal itu tercermin dari perjalanan karya tulis ilmiah yang telah dipublikasi sejak tahun 1995.
"Wash merupakan fondasi kesehatan masyarakat," kata Peneliti Ahli Utama Bidang Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini, Jumat (4/12).
Ia mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan akses air, sanitasi, dan higiene yang memadai atau yang dikenal dengan Wash aman sebagai hak asasi manusia. Akses Wash terdapat dalam SDG 6 yaitu memastikan ketersediaan dan keberlanjutan pengelolaan air dan sanitasi aman untuk semua yang diwakili oleh rumah tangga dan institusi.
Secara global, kata dia, akses Wash masih kurang memadai sehingga penyakit berbasis Wash menyumbang pada kematian balita, kematian global, dan disability adjusted-life years. "Sebaliknya, intervensi program Wash adalah intervensi yang sangat cost-effective," kata dia.
Berdasarkan penelitiannya di Indonesia, sampai akhir tahun ketiga SDG6 masih mengalami kekurangan layanan Wash. Proporsi air dan sanitasi aman rumah tangga masih sangat rendah. Disparitas antarwilayah dan antarstatus sosial ekonomi masih signifikan. "Layanan Wash dasar di RS rujukan Covid-19 dan sekolah juga kurang memadai," ujar dia.
Menurut dia, penelitian dan pengembangan menghasilkan informasi signifikan meliputi determinan penyakit berbasis Wash. Peran Wash dalam pencegahan diare berdasarkan analisis epidemiologi yaitu population attributable fraction hampir dua kali lebih besar dibandingkan peran setiap elemennya. "Peran air dan sanitasi dalam pencegahan stunting pada balita juga signifikan," katanya.
Prof Sri menegaskan, temuan ini menunjukkan pentingnya integrasi antarelemen Wash memperbesar perannya yang harus diupayakan secara berkelanjutan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, masih terdapat kesenjangan yang sangat lebar untuk mencapai SDG 6 yang perlu diperbaiki dengan inovasi pengintegrasian Wash.
"Pengintegrasian tersebut membutuhkan peningkatan sinergi antarpemangku kepentingan melalui inovasi IPTEK dan sistem pendanaan yang berkelanjutan," katanya.
Inovasi Pengintegrasian Wash meliputi pengintegrasian antarelemen, yaitu air, sanitasi dan higiene; dan integrasi wasg dengan program yang lain termasuk program kesehatan karena posisi Wash berada pada tugas dan fungsi banyak sektor.
Oleh karena itu, kata dia, kunci utama dalam mempercepat capaian SDG 6 adalah kerjasama lintas sektor dengan rincian perannya yang jelas, transparan dan terukur. Ia menuturkan, pemangku kepentingan utama yang mesti ikut terlibat di antaranya Kementerian PUPR, Kemkes, KLHK, Kemdikbud, Kemdagri, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dan mitra lainnya di bawah koordinasi Bappenas.
Ia mengatakan, idealnya, integrasi antarelemen dalam program Wash dilaksanakan berdasarkan peta jalan. Integrasi antarketiga elemen bertujuan untuk meningkatkan manfaat karena setiap elemen saling melengkapi. "Promosi higiene bertujuan untuk mengubah perilaku individu maupun kelompok menjadi perilaku hidup sehat," kata dia.