Sabtu 05 Dec 2020 21:00 WIB

Qatar Sambut Kuwait Soal Kemajuan Penyelesaian Krisis Teluk

Krisis Teluk telah berlangsung sejak Juni 2017 dan hingga kini Qatar masih dikucilkan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Bendera Kuwait. Ilustrasi.
Foto: topnews.in
Bendera Kuwait. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menyambut pernyataan Kuwait soal kemajuan dalam proses penyelesaian krisis Teluk. Dia menegaskan bahwa keamanan kawasan tetap menjadi prioritas negaranya.

"Pernyataan Kuwait adalah langkah penting untuk menyelesaikan krisis GCC (Dewan Kerja Sama Teluk)," kata al-Thani melalui akun Twitter pribadinya pada Jumat (4/12) dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Dia berterima kasih atas peran mediator yang diemban Kuwait. Al-Thani pun mengucapkan terima kasih kepada Amerika Serikat (AS) yang turut berperan dalam mendorong penyelesaian krisis Teluk. "Kepentingan dan keamanan masyarakat Teluk serta kawasan tetap menjadi prioritas utama kami," ujarnya.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan turut mengapresiasi peran dan upaya yang dilakukan Kuwait untuk menyelesaikan krisis Teluk. Dia pun menyampaikan terima kasih atas dukungan AS dalam penyelesaian persoalan itu.

Menurut dia, berkat peran Kuwait terdapat beberapa kemajuan dalam upaya penyelesaian krisis Teluk. Pangeran Faisal mengatakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump juga membantu mendekatkan para pihak terkait. Ia berharap kemajuan itu akan mengarah pada kesepakatan akhir.

"Saya agak optimistis bahwa kami hampir menyelesaikan kesepakatan antara semua negara dalam sengketa untuk mencapai resolusi yang kami pikir akan memuaskan semua," kata Pangeran Faisal selama partisipasinya di Rome Med 2020.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Ahmad Nasser al-Sabah mengatakan telah terjadi kemajuan dalam upaya penyelesaian krisis Teluk. "Diskusi yang bermanfaat telah terjadi baru-baru ini di mana semua pihak menyatakan keinginan mereka untuk mencapai kesepakatan akhir," ujarnya.

Krisis Teluk telah berlangsung sejak Juni 2017. Hal itu bermula saat Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir menuding Qatar mendukung kegiatan terorisme dan ekstremisme di kawasan. Doha dengan tegas membantah tuduhan tersebut.

Kendati telah menyanggah, Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA tetap memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Keempat negara itu juga memboikot dan memblokade seluruh akses ke Doha. Saudi serta sekutunya kemudian mengajukan 12 tuntutan kepada Qatar.

Tuntutan itu antara lain meminta Qatar menurunkan hubungan diplomatik dengan Iran dan menutup media Aljazirah. Doha juga diminta menutup pangkalan militer Turki di negaranya. Jika menginginkan boikot dan blokade dicabut, Qatar harus memenuhi semua tuntutan tersebut.

Namun Qatar menolak melakukannya karena menganggap semua tuntutan tak masuk akal. Akibat sikap tersebut, Qatar terkucil hingga kini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement