Selasa 08 Dec 2020 15:40 WIB

Insiden Bayi Tertukar Berdampak Fatal, RS China Bayar Denda

RS di China membayar kompensasi Rp 1,64 miliar kepada keluarga korban.

Bayi yang baru lahir (ilustrasi). Tak hanya membuat bayi tertukar, Rumah Sakit Huaihe, Universitas Henan, melakukan kesalahan fatal dalam merawat bayi laki-laki tersebut.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Bayi yang baru lahir (ilustrasi). Tak hanya membuat bayi tertukar, Rumah Sakit Huaihe, Universitas Henan, melakukan kesalahan fatal dalam merawat bayi laki-laki tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Salah satu rumah sakit di China didenda membayar kompensasi sebesar 760 ribu yuan (Rp 1,64 miliar) kepada pasangan suami-istri akibat kekeliruannya memberikan bayi pada 28 tahun yang lalu. Rumah sakit tersebut, Huaihe-Universitas Henan, juga diminta bertanggung jawab atas penyakit yang diderita anak biologis pasangan tersebut.

Rumah Sakit Huaihe, Universitas Henan, melakukan kesalahan fatal dalam merawat bayi laki-laki tersebut. Ada beberapa kejanggalan dalam pemberian vaksin hepatitis B sesaat setelah kelahiran bayi itu pada 1992, demikian isi putusan Pengadilan Distrik Gulou, Kaifeng, Provisi Henan, Senin (7/12).

Baca Juga

Kompensasi sebesar 760 ribu yuan itu terdiri dari 400 ribu yuan atas penderitaan mental Yao Ce, yang terpisah dari orang tua kandungnya sendiri selama 28 tahun. Ganti rugi juga termasuk 360 ribu yuan untuk biaya medis Yao Ce yang didiagnosis menderita kanker hati stadium akhir pada Februari lalu.

Zhou Zhaocheng selaku kuasa hukum ayah dan ibu kandung Yao Ce mengatakan, kliennya menerima putusan pengadilan, meskipun nilai kompensasi yang diterima tidak sesuai tuntutan.

"Bagus kalau melihat pengadilan mendukung kami dalam mengidentifikasi kesalahan kerja rumah sakit yang menyebabkan Yao terpisah sejak lahir 28 tahun lalu. Kami juga merasa mendapat keadilan ketika pengadilan juga memutuskan bahwa rumah sakit harus bertanggung jawab 60 persen atas kanker hati Yao karena kesalahan vaksinasi sebelumnya," kata pengacara sebagaimana dikutip China Daily, Selasa pagi.

Terkait kondisi fisik dan beban ekonomi yang diderita Yao, pengacara itu akan membantunya mengajukan prosedur agar segera mendapatkan kompensasi.

"Dengan demikian, klien saya bisa mendapatkan kompensasi secara tepat waktu untuk memastikan perawatan medisnya, terlepas apakah rumah sakit mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi atau tidak," ujarnya.

Sementara itu, pihak rumah sakit menyatakan, menerima putusan tersebut sebagaimana dilaporkan Beijing News. Kasus itu bermula dari pemberitaan di Beijing Newssoal perempuan bermarga Xu dari Provinsi Jiangxi mendapati Yao, yang tumbuh dewasa bersamanya sejak 28 tahun lalu ternyata bukan anak kandungnya.

Kenyataan itu muncul ketika dia hendak mendonorkan levernya untuk menyelamatkan nyawa Yao. Oleh karena kondisi Yao memburuk, Xu dan suaminya berbicara kepada koran tersebut agar bisa menemukan orang tua biologis Yao sehingga ada yang bisa membantu donor hati.

Lalu Xu pergi ke rumah sakit di Henan, tempat dia menerima bayi yang keliru pada Juni 1992. Atas bantuan polisi, Xu menemukan orang tua biologis Yao, yakni Guo Xikuan dan Du Xinzhi.

Hanya saja, reuni tersebut terbentur kenyataan. Guo dan Du ternyata memiliki anak perempuan yang mengalami gangguan jiwa. Ibu kandung Yao, Du--yang juga menderita hepatitis B, harus menjalani kemoterapi karena kanker hati.

Karena Du adalah pengidap, Yao seharusnya mendapatkan vaksin hepatitis B dosis tinggi segera setelah lahir. Namun, vaksin tersebut malah diberikan secara tidak benar kepada putra kandung Xu yang sehat.

Xu yakin Yao tidak mendapatkan vaksinasi sehingga menyebabkan menderita kanker hati pada usia yang sangat muda, demikian dilaporkan China Global Television Network pada April. Kompensasi, yang awalnya diminta Yao dan orang tua kandungnya kepada pihak rumah sakit, berubah menjadi gugatan hukum setelah negosiasi gagal. Pengadilan mulai menyidangkan kasus itu pada September.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement