Ahad 13 Dec 2020 07:40 WIB

Pemerintah Ethiopia Kembali Buka Wilayah Tigray

Sambungan telepon dan internet dipulihkan bertahap dan para dokter dapat pasokan baru

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha
 Pemandangan umum kamp pengungsi Umm Rakouba yang saat ini menampung orang-orang Tigray yang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray Ethiopia, di Qadarif, Sudan timur, Kamis, 26 November 2020. Konvoi bantuan pertama nonpemerintah sejak pertempuran dimulai tiba di ibu kota wilayah Tigray utara Ethiopia pada Sabtu (12/12). Kondisi ini terjadi setelah pemerintah memerintahkan bisnis untuk dibuka kembali dan para pejabat untuk kembali bekerja di wilayah konflik itu.
Foto: AP/Nariman El-Mofty
Pemandangan umum kamp pengungsi Umm Rakouba yang saat ini menampung orang-orang Tigray yang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray Ethiopia, di Qadarif, Sudan timur, Kamis, 26 November 2020. Konvoi bantuan pertama nonpemerintah sejak pertempuran dimulai tiba di ibu kota wilayah Tigray utara Ethiopia pada Sabtu (12/12). Kondisi ini terjadi setelah pemerintah memerintahkan bisnis untuk dibuka kembali dan para pejabat untuk kembali bekerja di wilayah konflik itu.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Konvoi bantuan pertama nonpemerintah sejak pertempuran dimulai tiba di ibu kota wilayah Tigray utara Ethiopia pada Sabtu (12/12). Kondisi ini terjadi setelah pemerintah memerintahkan bisnis untuk dibuka kembali dan para pejabat untuk kembali bekerja di wilayah konflik itu.

Konvoi tujuh truk putih yang tiba di Mekelle itu diorganisir oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Palang Merah Ethiopia. “Para dokter dan perawat telah berminggu-minggu tanpa pasokan baru, air mengalir, dan listrik,” kata Direktur regional ICRC untuk Afrika, Patrick Youssef.

Pemerintah federal membatasi akses ke Tigray setelah pertempuran dimulai pada 4 November antara pasukannya dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), sebuah partai politik yang memerintah provinsi tersebut. Sejauh ini konflik di negara terpadat kedua di Afrika itu diyakini telah menewaskan ribuan orang dan membuat sekitar 950.000 orang mengungsi.

Tapi, pertempuran tampaknya telah melambat sejak pemerintah mengumumkan perebutan ibu kota daerah Mekelle akhir bulan lalu. Sambungan telepon dan internet secara bertahap dipulihkan, tetapi sebagian besar wilayah tetap tidak terjangkau oleh jurnalis dan badan bantuan luar.

"Pengiriman medis ini akan menyuntikkan stok baru, membantu pasien, dan mengurangi keputusan antara hidup atau mati yang tidak mungkin itu," ujar Youssef.

Pemerintah mengatakan telah mengalahkan pasukan TPLF dan membuat kesepakatan dengan PBB untuk mengizinkan bantuan masuk. Namun, beberapa lembaga bantuan dan donor mengatakan perjanjian itu terlalu membatasi dan keamanan tetap menjadi masalah, mengingat pula satu tim keamanan PBB ditembak akhir pekan lalu.

Pemerintah mengatakan Tigray kembali normal, meskipun pembatasan terus berlanjut. Pemerintahan sementara yang ditunjuk pemerintah federal untuk Tigray, menggantikan TPLF, mengatakan akan mulai menjabat pada Ahad (13/12) dan mendesak pegawai pemerintah daerah untuk melanjutkan pekerjaan mereka pada Senin (14/12).

“Perdamaian dan stabilitas telah dibangun di sebagian besar kota di kawasan itu, termasuk Mekelle. Bisnis harus kembali normal mulai besok," kata kantor berita negara mengutip kepala otoritas sementara Tirgay, Mulu Nega, menegaskan pekerja pemerintah yang tidak hadir akan dipecat. Pemilik senjata pun harus menyerahkan senjatanya kepada pasukan keamanan selambat-lambatnya Selasa.

Hingga saat ini, tidak jelas nasib warga sipil yang mengungsi akibat pertempuran tersebut. Hampir 50.000 pengungsi, kebanyakan Tigraya, telah menyeberang ke Sudan timur sejak awal November. Hampir 15.000 orang berada di kamp Um Rakoba.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement