Senin 14 Dec 2020 19:00 WIB

China Kenakan Denda Rp 1 Miliar ke Alibaba dan Tencent

Denda tersebut terkait akuisisi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Alibaba
Foto: EPA
Alibaba

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG – Regulator pasar keuangan China akan memberikan denda kepada Alibaba Group dan perusahaan yang didukung Tencent Holdings masing-masing sebesar 76.500 dolar AS atau sekitar Rp 1,08 miliar (kurs Rp 14.155 per dolar AS). Penyebabnya, kedua perusahaan gagal meminta persetujuan sebelum melanjutkan beberapa akuisisi.

Regulator juga meluncurkan tinjauan tentang penggabungan dua platform streaming online dalam rangka meningkatkan kebijakan kontrol terbaru di sektor internet.

Baca Juga

Dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AP, Senin (14/12), Administrasi Negara untuk Pengaturan Pasar Keuangan China mengatakan, mereka akan mendenda Alibaba senilai 500 ribu yuan atau 76.500 dolar AS. Perusahaan dinilai meningkatkan kepemilikannya di perusahaan department store Intime Retail Group menjadi 73,79 persen pada 2017 tanpa persetujuan resmi.

Sementara itu, penerbit online dan perusahaan e-book di bawah Tencent, China Literature, juga didenda dengan jumlah yang sama. Mereka tidak meminta persetujuan regulator untuk akuisisi New Classics Media. Harga saham Alibaba dan Tencent turun sekitar 2,6 persen pada Senin.

Sebelumnya, Alibaba telah mengakuisisi Intime Retail seiring dengan upaya menggabungkan e-commerce dengan ritel offline. Di sisi lain, China Literature membeli New Classics Media untuk memperluas penawaran kontennya. Kedua perusahaan tidak menanggapi permintaan tanggapan.

Secara terpisah, Shenzhen Hive Box, yang didukung oleh perusahaan karir China, SF Express, dikecam atas akuisisi China Post Smart Logistics.

Regulator pasar China juga meninjau penggabungan dua platform streaming game utama asal China, DouYu International Holdings dan Huya Inc Tencent. Perusahaan game terbesar di dunia, Tencent, yang memiliki saham di kedua perusahaan, memimpin kesepakatan dan akan mengendalikan 67,5 persen saham dalam bisnis gabungan tersebut.

Langkah tersebut dilakukan di tengah peningkatan pengawasan perilaku monopoli di kalangan perusahaan internet. Bulan lalu, China merilis rancangan peraturan untuk menekan praktik anti-persaingan dalam industri seperti terkait penandatanganan perjanjian eksklusif dengan para merchant dan penggunaan subsidi untuk menekan pesaing.

Melalui peraturan ini, regulator berharap, para pelaku usaha menyadari bahwa undang-undang anti-monopoli berlaku untuk semua entitas. "Perusahaan platform tidak berada di luar undang-undang anti-monopoli. Perusahaan internet harus secara ketat mematuhi undang-undang dan peraturan anti-monopoli dan menjaga persaingan pasar yang adil," kata regulator dalam pernyataan terpisah.

Pengetatan kontrol China terhadap perusahaan internet mencerminkan fokus yang sama terhadap perusahaan teknologi di AS. Pembuat undang-undang dan regulator menyelidiki perusahaan seperti Facebook dan Google terkait praktik anti-persaingan.

Pada awal bulan ini, Komisi Perdagangan Federal (FTC) menuduh Facebook membeli saingannya untuk menghentikan mereka dan menghapus persaingan. FTC menyerukan agar akuisisi Whatsapp dan Instagram dibatalkan.

 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement