Selasa 15 Dec 2020 18:00 WIB

PKPNU: Dakwah Kultural Jaga Harmoni dalam Beragama

Metode tabayun yang tertutup ini sudah mulai ditinggalkan.

Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengacu pada pengalaman para ulama terdahulu dari mulai generasi Wali Songo hingga hari ini, maka para ulama tersebut sebenarnya memiliki konsep koridor berdakwah yang berbeda dengan saat ini. Mereka menggunakan metode dakwah kultural, yaitu dakwah yang menggunakan pendekatan kultur dan budaya nusantara. 

Instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) Nasional, Adnan Anwar mengatakan budaya nusantara terkenal dengan adi luhung, yang mana mengandalkan etika dan moral. Itulah yang di pakai oleh ulama dari sejak jaman Walisongo hingga hari ini. Inilah yang kemudian menyebabkan terjadi harmoni dalam beragama.

"Di nusantara ini terjadi harmoni beragama itu karena strategi yang tepat yakni dakwah kultural itu. Meskipun di dalam konteks Islam dikenal ada amar ma'ruf nahi mungkar, yang mana amar ma'ruf itu menyiarkan perbuatan yang baik dan nahi mungkar itu mencegah kejahatan yang kemungkaran. Tapi nahi mungkar-nya juga dengan ilmu bil ma'ruf. Mencegah kemungkaran dengan cara-cara yang baik dan santun," ujar Adnan pekan lalu.

Lebih lanjut, Adnan mencontohkan bahwa pada jaman almarhum KH As’ad Syamsul Arifin yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi'iyah di Situbondo, kemudian almarhum KHi Ali Ma’shum (Rais Aam Syuriyah PBNU periode 1980-1984) itu ketika mengkritik pemerintahan zaman Soeharto itu tidak menggunakan metode terbuka. Tapi langsung tabayun mendatangi Soeharto. 

"Mereka datang langsung bersilaturahmi dengan Pak Harto dan bertabayun terhadap masalah yang berkembang di masyarakat Indonesia. Jadi mereka itu tidak mau melakukan konfrontasi terbuka terhadap  pemerintah. Karena tahu betul bahwa fatwanya ulama itu memiliki pengaruh luar biasa terhadap umat," jelas tokoh Pemuda NU itu.

Menurutnya, cara-cara seperti itu membuat stabilitas negara tetap terjaga dengan baik. Sayangnya, kata dia, metode tabayun yang tertutup ini sudah mulai ditinggalkan apalagi oleh orang-orang atau kelompok yang mengaku sebagai ulama tapi tidak menggunakan cara-cara ulama yang benar di dalam menyelesaikan masalah.

"Mereka ibaratnya sekarang ini menggunakan metode jalanan. Sehingga situasi negara dan bangsa itu menjadi ruwet dan rusuh pada hari ini karena mereka yang mengaku sebagai ulama ini tidak menggunakan cara-cara ulama yang benar, sehingga tidak menyelesaikan masalah," ucapnya.

Selain itu, mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU ini juga menyampaikan kalau ada ulama yang menyelesaikan masalah kepada orang yang awam dengan menggunakan cara-cara atau pidato yang menyebarkan kebencian tentunya hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Karena ia menyebut bahwa ulama ini memiliki kedudukan yang sangat tinggi, sebagai Al Ulama Warosatul Anbiya atau pewaris para Nabi.

"Nah para ulama kita inilah yang pada saat negara ini merdeka, mereka bersepakat dengan para pendiri bangsa untuk mendirikan negara yang berbasis negara Pancasila. Tidak memilih negara berbasis agama tetapi negara berbasis Pancasila dan UUD 1945," tutur salah satu pendiri situs NU Online itu.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement