Rabu 16 Dec 2020 20:38 WIB

Saat Prancis dan Mesir Bergandengan Lawan Ikhwanul Muslimin

Prancis dan Mesir menghadapi persoalan sama soal Ikhwanul Muslimin

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Prancis dan Mesir menghadapi persoalan sama soal Ikhwanul Muslimin Logo ikhwanul muslimin
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
Prancis dan Mesir menghadapi persoalan sama soal Ikhwanul Muslimin Logo ikhwanul muslimin

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Media Mesir, Ahram Online, memuat artikel tentang kesamaan Prancis dan ideologi Islam yang mematikan pada Selasa (15/12). Dalam artikel disebutkan bahwa Mesir dan Prancis membentuk visi yang lebih jelas tentang bagaimana mengesampingkan kalkulasi kebijakan luar negeri yang sempit.

Hal itu demi kepentingan mengejar perjuangan yang tegas dan tak tergoyahkan melawan ekstremisme dan terorisme yang telah menimpa kedua negara secara sengit dalam beberapa tahun terakhir. 

Baca Juga

Selama kunjungan Presiden Abdel-Fattah Al-Sisi ke Paris pekan lalu, dia dan mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron, menyempurnakan pendekatan yang berfokus pada Ikhwanul Muslimin.

Pertemuan tersebut menandai pertemuan tatap muka pertama antara para pemimpin dari Timur dan Barat tentang perlunya bekerja sama untuk menghadapi organisasi induk dari semua organisasi teroris Islam lainnya yang telah muncul selama 50 tahun terakhir. 

Dalam sebuah wawancara dengan Le Figaro selama kunjungannya, Presiden Al-Sisi mengatakan, "Bukan tanpa alasan bahwa Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai organisasi teroris di Mesir dan di banyak negara lain di kawasan itu." 

Dia menjelaskan bahwa infiltrasi Ikhwanul Muslimin ke dalam jaringan kerja sosial, cara operasi amal mereka terjalin dengan kelompok teroris yang mereka kendalikan, dan cara mereka berusaha untuk melemahkan lingkaran dan institusi politik dan pemerintah menimbulkan ancaman eksistensial bagi negara di mana pun mereka berada. 

"Mereka bersembunyi di balik agama untuk membenarkan pandangan totaliter mereka. Mesir, seperti Prancis, telah membayar korban yang sangat besar karena terorisme. Warga sipil yang tak terhitung jumlahnya, baik Muslim dan Koptik, anggota Angkatan Bersenjata dan polisi, serta anggota pengadilan telah menjadi korban tindakan brutal terorisme." 

"Kami terus-menerus memperingatkan terhadap ideologi mematikan yang tidak mengenal batas ini dan kami terus menyerukan internasional koordinasi dalam perang melawan terorisme," ujarnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement