REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Media Mesir, Ahram Online, memuat artikel tentang kesamaan Prancis dan ideologi Islam yang mematikan pada Selasa (15/12). Dalam artikel disebutkan bahwa Mesir dan Prancis membentuk visi yang lebih jelas tentang bagaimana mengesampingkan kalkulasi kebijakan luar negeri yang sempit.
Hal itu demi kepentingan mengejar perjuangan yang tegas dan tak tergoyahkan melawan ekstremisme dan terorisme yang telah menimpa kedua negara secara sengit dalam beberapa tahun terakhir.
Selama kunjungan Presiden Abdel-Fattah Al-Sisi ke Paris pekan lalu, dia dan mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron, menyempurnakan pendekatan yang berfokus pada Ikhwanul Muslimin.
Pertemuan tersebut menandai pertemuan tatap muka pertama antara para pemimpin dari Timur dan Barat tentang perlunya bekerja sama untuk menghadapi organisasi induk dari semua organisasi teroris Islam lainnya yang telah muncul selama 50 tahun terakhir.
Dalam sebuah wawancara dengan Le Figaro selama kunjungannya, Presiden Al-Sisi mengatakan, "Bukan tanpa alasan bahwa Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai organisasi teroris di Mesir dan di banyak negara lain di kawasan itu."
Dia menjelaskan bahwa infiltrasi Ikhwanul Muslimin ke dalam jaringan kerja sosial, cara operasi amal mereka terjalin dengan kelompok teroris yang mereka kendalikan, dan cara mereka berusaha untuk melemahkan lingkaran dan institusi politik dan pemerintah menimbulkan ancaman eksistensial bagi negara di mana pun mereka berada.
"Mereka bersembunyi di balik agama untuk membenarkan pandangan totaliter mereka. Mesir, seperti Prancis, telah membayar korban yang sangat besar karena terorisme. Warga sipil yang tak terhitung jumlahnya, baik Muslim dan Koptik, anggota Angkatan Bersenjata dan polisi, serta anggota pengadilan telah menjadi korban tindakan brutal terorisme."
"Kami terus-menerus memperingatkan terhadap ideologi mematikan yang tidak mengenal batas ini dan kami terus menyerukan internasional koordinasi dalam perang melawan terorisme," ujarnya.