Jumat 18 Dec 2020 15:04 WIB

Industri Sawit Hadapi Tantangan Hulu-Hilir

Selama pandemi kegiatan di perkebunan kelapa sawit tetap beroperasi normal

Rep: Agung Fazza/ Red: Joko Sadewo
Pekerja memanen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, di Petajen, Batanghari, Jambi, Jumat (11/12/2020).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pekerja memanen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, di Petajen, Batanghari, Jambi, Jumat (11/12/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Selama 2020, meski perekonomian nasional terhantam pandemi COVID-19, namun industri sawit nasional mampu bertahan dan menahan laju perlambatan ekonomi. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengungkapkan, salah satu faktor penting ketahanan pertumbuhan sektor sawit selama pandemi adalah program penggunaan energi terbarukan melalui mandatori biodiesel berbasis sawit.

Setelah sukses menjalankan program mandatori biodiesel 20 persen sejak 2016 sampai 2019, pemerintah melanjutkan dengan program mandatori B30 sejak Januari 2020. Mandatori ini menambah daya serap minyak sawit di pasar dalam negeri sekaligus mendorong stabilitas harga minyak sawit.

Selama pandemi, kegiatan di perkebunan kelapa sawit tetap beroperasi normal sehingga sekitar 16 juta petani dan tenaga kerja di sektor sawit masih memiliki sumber pendapatan di tengah kelesuan ekonomi sepanjang tahun ini.  “Kondisi itu tentunya memberikan kontribusi pada perekonomian Indonesia untuk memulihkan perekonomian, menutup defisit neraca perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tutur Eddy, di Jakarta, Kamis (17/12).

Eddy menjelaskan pada 2021 mendatang industri sawit dihadapkan pada berbagai tantangan, baik di sektor hulu maupun hilir, yang tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi BPDPKS dan pemangku kepentingan industri sawit. “Pada program mandatori biodiesel, pada 2021, faktor pergerakan harga minyak dunia memberikan tantangan tersendiri bagi kebutuhan dana insentif biodiesel.”

Sedangkan di sektor hulu pelaksanaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) 2021 menghadapi tantangan seperti validitas data lahan dan profil pekebun swadaya, status lahan, kelembagaan petani, akses terhadap dukungan finansial/perbankan, dan kesiapan kelembagaan petani dalam pemenuhan persyaratan PSR. “Hal-hal tersebut menjadi fokus penyempurnaan kebijakan di tahun 2021,” tegas Eddy.

Dalam melaksanakan program di sektor hulu dan hilir tersebut, BPDPKS tidak mengutamakan satu sektor di atas sektor lain. Justru keduanya diintegrasikan karena bersifat komplementer atau saling melengkapi, bukan merupakan kompetisi. Pada akhirnya dukungan program sektor hulu dan hilir oleh BPDPKS dan pemerintah merupakan prioritas bersama, tidak ada satu program yang lebih penting dari program lainnya. Integrasi pelaksanaan semua program di BPDPKS sangat penting untuk didorong dan koordinasi serta kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi sangat krusial dan penting untuk terus didorong.

“BPDPKS berkomitmen untuk tetap menjalankan seluruh program penguatan industri sawit,” tandas Eddy. Menurutnya, keberlanjutan sawit nasional perlu didukung program PSR yang terintegrasi dengan riset berkualitas, pengembangan SDM yang kompeten, pengadaan sarana dan prasarana serta penyerapan pasokan CPO yang sesuai melalui penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati dan hilirisasi sawit serta promosi dan advokasi terarah untuk diseminasi dan melawan kampanye hitam sawit.

“Dalam menjalankan fungsinya BPDPKS memiliki tiga fokus utama rencana strategis dalam upaya mendorong kinerja industri sawit Indonesia, yaitu: perbaikan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, dan penguatan industri hilir,” tutur Eddy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement