REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Doni Monardo, meminta DPR RI menjadikan momentum penanganan Covid-19 sebagai pintu masuk untuk revisi Undang-Undang Kekarantinaan. Hal tersebut ia sampaikan saat peluncuran dan bedah Buku Putih Penanganan Covid-19 di Indonesia, yang disusun Hj Netty Prasetiyani M. Si, Ketua Tim Covid-19 PKS, bersama Tim Covid-19 Fraksi PKS, DPR RI Kamis (17/12).
Dalam kesempatan itu, Doni menyarankan Fraksi PKS DPR RI mengambil inisiatif untuk mengajukan revisi Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Inilah momen yang tepat untuk memperbaiki UU Kekarantinan Kesehatan,” tegas Doni dalam keterangan pers tertulis BNPB kepada wartawan, Jumat (18/12).
Doni menambahkan, saat UU itu disahkan pada 2018, Pemerintah RI belum memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi seperti sekarang. Mestinya karantina dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Misalnya, karantina tingkat RT, RW atau desa/kelurahan.“Bukan karantina wilayah. Sebab akan sulit dilaksanakan. Sementara UU itu mengatur pemberlakukan karantina dengan kompensasi pemerintah mencukupi kebutunan hidup tidak saja warga masyarakat, bahkan termasuk memberi makan hewan peliharaan," ujar dia.
Karena itu, ia berharap sekali lagi, Fraksi PKS melalui Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan bisa memanfaatkan momentum pandemi ini untuk merevisi UU tadi. Adapun UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur empat pilihan karantina.
Masing-masing karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Persoalannya, pasal itu belum dilengkapi penjelasan bagaimana upaya pencegahan, termasuk bilamana karantina itu diberlakukan.
Lebih lanjut, Doni juga menyitir UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 55 ayat (1). Dalam pasal itu menyebutkan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak di wilayah karantina, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.“Tentu menjadi sangat sulit dilaksanakan. Artinya, Undang-undangnya baik tapi sulit diaplikasikan. Untuk itulah perlu revisi,” tegas Doni. Dengan pengalaman mengatasi pandemi Covid-19 hampir 10 bulan terakhir, sudah banyak yang bisa dipelajari dan diambil hikmahnya.
Muaranya, jika kelak kemudian hari terjadi pandemi serupa, akan mempermudah pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja lebih baik karena didukung regulasi dan payung hukum dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Ke depan, lanjut Doni, seluruh komponen tersebut harus bekerja lebih keras untuk dapat menjelaskan tentang bahaya Covid-19 kepada publik. Sebab, masih ada 15 persen masyarakat yang belum percaya bisa tertular Covid-19. Ini perlu dilakukan pendekatan dengan melibatkan para tokoh melalui nilai-nilai kearifan lokal di setiap daerah.