Selasa 22 Dec 2020 09:51 WIB

Hari Ibu: Menafsir Permintaan Ibu yang Terakhir

Kini saya menafsir ulang permintaan terakhir Ibu di Hari Ibu.

Hari Ibu: Ibu dan anak
Foto: Arab News
Hari Ibu: Ibu dan anak

Oleh : Denny JA, Akademisi/Konsultan Politik/Kolomnis

REPUBLIKA.CO.ID, ---- Hari Ibu, 22 Desember kali ini. Saya tak hanya teringat Ibu yang wafat tahun lalu. Juga tak hanya teringat permintaannya yang terakhir. Kini saya menafsir ulang permintaan terakhir Ibu.

Satu hari di bulan Desember 2018. Ibu sudah melemah. Sakit-sakitan. Entah mengapa saya merasa ini tahun bersama Ibu yang terakhir. 

Kepada anak anak, beberapa kali saya pesankan untuk lebih sering menjenguk nenek. “Nyai tak lama lagi bersama kita.”

Perasaan itu datang begitu saja. Mungkin karena saya sangat dekat dengan Ibu. Kepadanya, acapkali selalu ada lompatan kesimpulan yang datang, entah darimana.

Ingin sekali saya memenuhi apa saja untuk membuat Ibu bahagia. Sejauh saya mampu, saya akan kerjakan. Terakhir kalinya.

Maka, awal Desember 2018, saya berkunjung pada Ibu. Sudah sekitar 7 tahun Ibu di kursi roda. Usia saat itu sudah 84 tahun.

Ibu juga sudah sangat jarang bicara. Menemani Ibu selama 2-4 jam, kadang hanya beberapa patah kata saja yang Ia ucapkan. Sisanya, Ibu bicara lewat mata.

“Coba mama cerita. Apa yang mama benar benar ingin sekali alami. Ingin sekali punya. Ingin sekali rasakan. Insha Allah jika mampu, Denny cari jalan memenuhinya”

Ibu menatap mataku. Matanya lebih berbinar. Tapi ibu hanya senyum saja.

Saya ulangi pertanyaan yang sama. Tapi dengan kata yang berbeda-beda. Dengan bahasa Palembang.

Juga tak ada jawaban. Saya tatap ibu. Saya cium keningnya. Saya juga diam. Menanti. Saya kerjakan segala daya untuk memberi pesan. Bahwa saya menanti jawaban Ibu.

Lalu keluar kata Ibu. Sedikit-sedikit. “Kau nyanyi,” ujar Ibu. “Menyanyi?,” tanya saya. Ibu mengangguk. “Di TV.” Ujar Ibu lebih lanjut.

Saya terperangah. “Mama pengen Denny menyanyi di TV?,” tanya saya menegaskan. Karena ini permintaan yang agak aneh. Benarkah?

Saya bukan penyanyi. Apalagi menyanyi di TV pula.

Ibu saya mengangguk. Menegaskan Ia ingin saya menyanyi di TV.

Tak putus asa, saya tanya lagi. “Oke Ma. Apalagi yang mama pengeeen nian. Kepingin sekali? Di samping Denny nyanyi TV, apalagi yang mama ingin?”

Saya berencana. Karena tak bisa memenuhi permintaan Ibu agar saya menyanyi di TV, setidaknya ada permintaan lain yang bisa saya penuhi.

Ibuku diam saja. Tak ada kata lain. Ia hanya senyum. Hingga saya harus pulang, Ibu tak mengucapkan permintaan lain.

Hanya itu kata yang sempat Ibu katakan. Saya menyanyi di TV.

-000-

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement