REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sepakat memundurkan waktu Subuh 8 menit dari waktu semula. Keputusan ini merupakan salah satu hasil Musyawarah Nasional (Munas) ke-31 Tarjih Muhammadiyah yang disampaikan pada Ahad (20/12) lalu.
Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah KH Abdullah Jaidi mengatakan, masalah jadwal shalat Subuh telah menjadi pembicaraan pada 2009. Ketika itu, Majalah Qiblati memuat tulisan Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi yang mengatakan, waktu shalat Subuh di Indonesia terlalu pagi yaitu sampai 24 menit sebelum munculnya fajr sadiq.
"Sebenarnya, perbedaan jadwal shalat Subuh di Indonesia sudah ada sebelumnya," katanya melalui keterangan tertulisnya kepada Republika, Rabu (23/12).
Misalnya, kata KH Abdullah, seperti Zubair al-Jailani dalam karyanya "Khulasah al-Wafiyyah fi al-Falak" berpendapat bahwa tinggi matahari untuk awal Subuh itu -18 derajat. Kalau penilaian Syaikh Mamduh itu benar maka waktu subuh terlampau cepat 24 menit.
"Tentu hal itu akan berdampak serius terhadap beberapa persoalan hukum ibadah bagi umat Islam di Indonesia, dampaknya adalah ketidakabsahan atau tidak sahnya orang yang menyelenggarakan Sholat Subuh begitu mendengar azan Subuh tiba," kata dia.
Masih adanya perbedaan mulainya azan Subuh di beberapa masjid karena keterlambatan dalam mengumandangkan adzan atau pemgaturan jadwal pada jam masjid yang tidak sama. Syaikh Mamduh pun mengusulkan angka tinggi matahari -18 derajat untuk awal Subuh yang jika dikonversi dengan waktu tersebut hanya selisih sekitar 8-10 menit dengan jadwal Subuh pada umumnya di Indonesia yang menggunakan tinggi matahari -20 derajat.
Menurutnya, ajakan untuk mengoreksi waktu Subuh tersebut tentu cukup membingungkan dan meresahkan sebagian umat Islam terutama yang memiliki perhatian soal ini. Sebagai contoh, Pemerintah RI melalui Kementerian Agama dan dari beberapa ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, PERSIS, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan kalangan ilmuwan atau ahli ilmu falak.
"Sebagai wujud respons itu, Kementerian Agama pernah menyelenggarakan pertemuan Badan Hisab Rukyat (BHR) di Semarang pada tahun 2010 untuk membahas persoalan jadwal salat Subuh," kata dia.
Pada saat itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga meresponsnya dengan menegaskan, jadwal waktu shalat Subuh dengan tinggi matahari -20 itu sudah tepat. MUI juga memberikan pernyataan melalui Komisi Fatwa-nya yang ketika itu diketuai KH Ma’ruf Amin, bahwa jadwal waktu Subuh di Indonesia sudah tepat. "Meskipun masih membuka peluang dilakukan koreksi oleh para ilmuwan kalau memang mempunyai bukti baru," katanya.