Kamis 24 Dec 2020 05:51 WIB

Kepala Daerah Terpilih Harus Langsung Kerja

Ketika dilantik tidak ada lagi masa bulan madu.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Hiru Muhammad
Petugas mengecek kelengkapan berkas gugatan pilkada serentak 2020 yang diajukan pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/12/2020). MK menerima 21 berkas Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada 2020 dari berbagai kota/kabupaten.
Foto: RENO ESNIR/ANTARA
Petugas mengecek kelengkapan berkas gugatan pilkada serentak 2020 yang diajukan pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/12/2020). MK menerima 21 berkas Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada 2020 dari berbagai kota/kabupaten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, kepala daerah terpilih memang seharusnya langsung bekerja usai pelantikan. Mengingat ada pandemi Covid-19 yang harus segera ditangani agar tidak timbul persoalan akibat pergantian kepemimpinan di daerah.

"Ketika dilantik tidak ada lagi masa bulan madu. Untuk kemudian dia menggunakan waktunya segera mulai bekerja dengan berbagai persiapan-persiapan yang sudah dilakukan selama satu-1,5 bulan," ujar Robert dalam diskusi daring, Rabu (23/12).

Ia mengatakan, kepala daerah terpilih yang bukan petahana memang sulit untuk bisa langsung bekerja. Maka Robert meminta mereka menyiapkan diri serta mempelajari situasi dan perkembangan pemerintahan sambil menunggu proses pelantikan.

Kepala daerah terpilih perlu belajar kepada pemimpin sebelumnya. Selain itu, ia juga mendorong kementerian dalam negeri (kemendagri) segera memfasilitasi proses penguatan kapasitas, transfer pengetahuan, dan sebagainya kepada kepala daerah terpilih.

"Belajar apa yang mereka lakukan, kegagalan apa yang terlihat, dan apa yang berhasil untuk kemudian menjadikan itu semua sebagai titik start untuk bekerja," kata Robert.

Robert menuturkan, tingginya tingkat partisipasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menjadi mandat yang harus dibayar lunas oleh kandidat terpilih. Mereka harus menunjukkan kinerja yang baik, terutama dalam hal penanggulangan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Menurut Robert, 2021 menjadi tahun yang sulit bagi pemerintah daerah (pemda). Ada tekanan fiskal luar biasa karena kegiatan ekonomi yang menurun tahun ini baru akan terasa dampaknya pada tahun depan. Pajak akan sulit dan retribusi tidak seoptimal tahun-tahun sebelumnya.

Di sisi lain, lanjut dia, pola respon pandemi Covid-19 di Indonesia ke depan makin lama akan berbasis lokal bahkan berbasis komunitas. Secara realitas, kepala daerah akan menghadapi situasi yang mengharuskannya bisa bertindak cepat saat fiskal tidak menguat.

Sementara, menurut Robert, pemda tidak bisa begerak gesit karena kewenangannya sedikit banyak digerus pemerintah pusat melalui Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Sehingga, kepala daerah terpilih sangat dituntut memiliki terobosan dalam mengatasi krisis ini.

"Kalau kepala daerah itu mentalnya tukang belanja. Artinya dia membelanjakan uang yang ada dan uang itu juga sebagian besar menunggu transfer dari pusat, mati daerah itu. Kita berharap ujian ini benar-benar dilalui kepala daerah dengan keluar ide-ide atau terobosannya," tutur Robert.

Hal senada juga diungkapkan Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, yang mengatakan kepala daerah terpilih harus panjang akal, kreatif, inovatif, dan kolaboratif. Di samping itu, kepala daerah yang terpilih melalui Pilkada 2020 ini juga memiliki masa jabatan yang lebih pendek karena pilkada serentak di 2024.

"Tahun 2021 dilantik, baru diilantik kan Februari, Maret, April, dan seterusnya. Jadi masa jabatannya pendek. Jadi kalau dia persiapan, memikirkan banyak hal dengan cara-cara yang sophisticated itu akan ketinggalan kereta," ujar Djohermansyah.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement