Sabtu 26 Dec 2020 23:46 WIB

Fadli: Negara Wajib Jamin Keadilan 6 Anggota Laskar FPI

Fadli Zon mengamini kesimpulan Kontras atas kasus tewasnya enam laskar FPI.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Fadli Zon
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Anggota DPR RI, Fadli Zon mengingatkan pemerintah tak boleh mengabaikan penegakan hukum, dan keadilan terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Sebagai negara demokrasi, dan berasaskan atas hukum, Fadli menegaskan, pemerintah wajib menjamin adanya proses pengadilan bagi pelaku, dan dalang eksekusi pembunuhan dalam insiden di tol Japek Km 50 tersebut.

“Kita (Indonesia), adalah negara yang demokrasi. Dan kita menghargai hak asasi manusia. Tetapi, kalau ini (kasus penembakan mati laskar FPI) dibiarkan, maka akan menjadi satu preseden yang sangat buruk bagi masa depan kita, bagi negara yang mengakui hak asasi manusia, dan bagi demokrasi,” kata Fadli dalam pernyataan virtual yang disampaikan via Youtube, pada Sabtu (26/12).

Baca Juga

Fadli, menguatkan penilaian Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), yang menilai pembunuhan terhadap enam laskar FPI tersebut, adalah pelanggaran HAM. Karena menurut Fadli, aksi tembak mati yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap laskar FPI tersebut, dilakukan atas dasar kewenang-wenangan.

Serta penggunaan senjata api yang serampangan. Bahkan, menyitir pernyataan Kontras (25/12), menurut Fadli, eksekusi paksa pencabutan nyawa sepihak oleh otoritas kepolisian tersebut, ‘meludahi’ asas-asas hukum, dan menciderai paham praduga tak bersalah terhadap para korban.

“Ini bukan upaya melumpuhkan. Kalaupun ada, upaya, misalnya, perlawanan (dari laskar FPI), tetapi telah mematikan,” kata Fadli.

Karena itu, Fadli mengingatkan, agar investigasi yang dilakukan Komisi Nasional (Komnas) HAM dalam tiga pekan ini, harus mampu mengungkap fakta peristiwa yang akurat. Sebab selama ini, informasi sepihak hanya berasal dari kepolisian sebagai institusi yang mengakui melakukan eksekusi.

Bahkan, Fadli pun mendesak pemerintah membentuk gugus tugas tambahan, berupa Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen untuk mengungkap tuntas, kronologi peristiwa, termasuk mencari dalang, dan eksekutor lapangan atas peristiwa tersebut. Fadli mengatakan, bukan hanya keluarga korban yang menghendaki pelaku pembunuhan tersebut, dapat terungkap dan diseret ke meja penghakiman.

Menurut dia, publik juga berhak atas kepastian adanya penegakan hukum, dan keadilan atas tewasnya enam laskar FPI tersebut. “Ini saya kira aspirasi dari warga, bahwa pelanggaran hak asasi manusia semacam ini, harus tetap diungkap. Kalau kita menginginkan negara ini maju, damai, dan berkeadilan. Keadilan harus ditegakkan. Termasuk keadilan hukum atas peristiwa pembunuhan enam laskar FPI ini,” sambung Fadli.

Enam laskar FPI yang ditembak mati di tol Japek Km 50, pada Senin (7/12) dini hari, yakni Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadavi (21). Enam laskar tersebut, disebut polisi adalah para pengawal Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang menghalangi aksi regu kepolisian saat melakukan pengintaian.

DPP FPI dalam pernyataan resmi mengatakan, pada enam jenazah, terdapat 19 luka bekas tembakan, dan ragam penyiksaan. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, dalam pernyataan resminya, pun menegaskan, penembakan mati terhadap enam anggota FPI itu, sebagai pembelaan diri, respons atas penyerangan enam laskar FPI terhadap petugas kepolisian saat melakukan pengintaian terhadap Habib Rizieq.

Kordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengatakan pembelaan diri kepolisian tersebut, sepihak, dan tak dapat dibuktikan. Yang pada akhirnya, menurut Fatia, aksi kepolisian mencabut paksa nyawa enam laskar FPI dengan tembakan berpeluru tajam, mengangkangi proses hukum atas adanya dugaan penyerangan terhadap polisi.

“Ini akhirnya menjadi sebuah penghinaan bagi proses hukum itu sendiri. Karena, pada akhirnya, hukum itu, seperti tidak berguna untuk melakukan pembuktian atas dugaan tindak pidana (penyerangan). Jadi, sebenarnya sudah tidak bisa adil. Karena, sudah tidak bisa dibuktikan, karena orang-orangnya (yang dituduh kepolisian menyerang) sudah dibunuh, dan meninggal,” kata Fatia, dalam disekusi daring ‘6 Nyawa dan Kemanusian Kita’, yang disiarkan Jumat (25/12) malam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement