REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Nilai tukar mata uang euro, dolar Australia dan dolar Selandia Baru mencapai level tertinggi lebih dari dua tahun terhadap greenback yang sedang tertekan pada akhir perdagangan Rabu (30/12). Pelemahan dolar terjadi ketika investor berspekulasi pada lebih banyak dukungan fiskal AS dan memposisikan untuk akhir tahun dalam volume perdagangan yang ringan.
Investor berspekulasi bahwa prospek ekonomi membaik ketika vaksin Covid-19 diluncurkan serta stimulus fiskal dan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya akan meningkatkan pertumbuhan global dan harga aset pada 2021. Namun, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan tertinggal di belakang rekan-rekannya, dengan mata uang AS juga menderita akibat defisit fiskal dan transaksi berjalan yang meningkat saat pemerintah menambah pengeluaran untuk mengatasi penutupan bisnis terkait virus corona.
Data pada Rabu menunjukkan bahwa defisit perdagangan barang-barang naik ke rekor 84,8 miliar dolar AS pada November, dari 80,3 miliar dolar AS pada Oktober. “Dimulainya kampanye imunisasi Covid-19 di beberapa negara serta tambahan dukungan fiskal AS telah mengurangi risiko penurunan ekonomi global dan menjadi pertanda baik bagi sentimen pasar keuangan secara umum. Ini tetap menjadi hambatan bagi dolar,” kata Elias Haddad, ahli strategi mata uang senior di Commonwealth Bank of Australia, dalam sebuah laporan.
Dolar merosot 0,39 persen terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya menjadi 89,65 setelah sebelumnya turun ke 89,56, terendah sejak April 2018. Indeks dolar jatuh lebih dari tujuh persen tahun ini. Volume perdagangan tipis dengan karena investor keluar antara liburan Natal dan tahun baru.