REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Rabu (30/12) menyerukan pembebasan seorang dokter Muslim Uighur yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara di China. Dia ditangkap karena aktivitas hak asasi anggota keluarganya di AS.
Dalam sebuah kicauan di Twitter, asisten menteri luar negeri AS untuk demokrasi, hak asasi manusia dan tenaga kerja, Robert Destro, mengatakan Gulshan Abbas harus dibebaskan. "Penghilangan paksa, penahanan dan hukuman keras oleh PKC (Partai Komunis China) adalah bukti dari sebuah keluarga yang menderita akibat berbicara menentang pemerintah yang tidak menghormati hak asasi manusia," katanya.
Ziba Murat mengatakan dalam sebuah pengarahan yang diselenggarakan dengan Komisi Eksekutif Kongres AS untuk China (CECC) bahwa keluarga tersebut baru-baru ini mengetahui ibunya menerima hukuman pada Maret tahun lalu. Anak perempuan Gulshan mengatakan tidak bisa mengungkapkan sumber informasi tentang hukuman tersebut untuk melindungi identitas mereka.
"Kami baru mengetahui bahwa dia dijatuhi hukuman 20 tahun dan kami berusaha mendapatkan lebih banyak informasi," ujarnya.
Gulshan mendapatkan tuduhan terkait terorisme setelah menghilang pada September 2018. Ziba menyebut tuduhan itu tidak masuk akal. "Ibu saya adalah seorang profesional medis, non-politik, orang baik yang telah menghabiskan hidupnya membantu orang,” kata Ziba.
Ziba menyatakan ibunya dalam kondisi kesehatan yang rentan dan menderita berbagai kondisi, termasuk tekanan darah tinggi. Sedangkan adik Gulshan, Rushan Abbas, mengatakan bahwa dia menjalankan aktivisme bersama saudara laki-lakinya Rishat Abbas, yang tinggal di AS.
“Kami telah berkomitmen untuk bekerja untuk membela hak-hak rakyat kami dan membela keadilan, dan sekarang saudara perempuan kami ditolak keadilan sebagai hukuman,” kata Rushan.
Ketua CECC yang merupakan Perwakilan Demokrat, James McGovern, menyebut hukuman terhadap anggota keluarga yang tidak bersalah adalah upaya untuk membungkam kebebasan berekspresi yang tercela secara moral. Dia mengatakan itu hanya bagian dari penganiayaan massal terhadap orang Uighur di China.
Pakar dan pendukung PBB mengatakan setidaknya satu juta etnis Uighur telah ditahan di beberapa kamp di wilayah Xinjiang China. Beijing menolak tuduhan itu dan menyebut pusat-pusat yang dijaga ketat sebagai lembaga pendidikan dan kejuruan.