Sabtu 02 Jan 2021 12:00 WIB
Teropong 2020-2021

Bisakah Herd Immunity Kita Capai di 2021?

Semua orang akan terlindungi dari ancaman sebuah virus jika vaksinasi berhasil.

Penyuntikan Vaksin (ilustrasi)
Foto: AP
Penyuntikan Vaksin (ilustrasi)

Teropong Republika 2020-2021 berisi ulasan permasalahan penting nasional yang terjadi selama setahun belakangan. Sekaligus mencoba memproyeksikan bagaimana masalah serupa bisa diselesaikan pada tahun depan. Kita semua berharap Indonesia 2021 tentu berbeda dari situasi tahun sebelumnya. Harus bangkit dan lebih baik lagi.  

 

Oleh Mas Alamil Huda

 

REPUBLIKA.CO.ID, Vaksin adalah instrumen yang digunakan untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kerumunan. Syaratnya ada jumlah tertentu orang yang harus divaksin agar kekebalan kerumunan itu tercapai. Gampangnya, semua orang dalam sebuah populasi akan terlindungi dari ancaman sebuah virus jika vaksinasi berhasil. 

Tetapi semuanya juga tidak sesederhana itu. Ada banyak hal yang harus dipenuhi sebelum sebuah populasi dinyatakan berhasil melawan virus karena telah ‘kebal’. Makna kebal di sini bukan berarti tidak akan terpapar. Tapi karena antibodi di tubuh manusia sudah kenal virus sebagai musuh melalui rangsangan dari vaksin tadi.

Upaya inilah yang sedang ditempuh oleh hampir seluruh negara di dunia untuk menghentikan penyebaran SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Kehadiran vaksin ini menjadi tumpuan sekaligus harapan dalam mengembalikan ‘kenormalan’ di semua lini kehidupan, termasuk ekonomi yang porak poranda dihantam pandemi.

Bangsa Indonesia tentu jadi salah satu negara yang berburu vaksin ini. Pada 6 Desember lalu, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac produksi Cina tiba di Tanah Air. “Alhamdulillah vaksin sudah tersedia, artinya kita bisa segera mencegah meluasnya wabah Covid-19,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu.

Tetapi, seberapa ‘segera’ kita bisa mencegahnya, ini masih menjadi tanda tanya. Untuk sampai bisa disuntikkan ke masyarakat, ada tahapan-tahapan yang perlu ditempuh, di antaranya mengantongi Emergency Use Authorization (EUA) alias penggunaan izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Lembaga ini mustinya tak akan mengeluarkan izin jika belum ada data ilmiahnya.

Soal vaksin, data ilmiah yang harus dikantongi setidaknya terkait efikasi atau khasiat dan juga keamanan. Khasiat menentukan seberapa besar vaksin mampu menjadi benteng pertahanan kita. Sementara soal keamanan, ini yang paling vital karena menyangkut keselamatan manusia.

 

Menanti uji

Kembali soal jumlah vaksin yang didatangkan Indonesia tadi. 1,2 juta dosis tentu tidak akan bisa membuat kekebalan kerumunan. Pada Desember ini akan tiba lagi 15 juta bahan baku curah vaksin yang kemudian diproses lebih lanjut oleh Biofarma. Sedangkan pada Januari, pemerintah akan menambah pasokan 1,8 juta vaksin siap pakai dan 30 juta vaksin bahan baku curah. Semua vaksin itu produksi Sinovac.

Presiden Jokowi memutuskan akan memberikan vaksin Covid-19 gratis kepada minimal 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta orang. Perhitungan tersebut diharapkan sudah bisa membuat kekebalan kerumunan.

Beberapa waktu sebelumnya pemerintah menyatakan target 107 juta orang yang akan divaksinasi. Jumlah 107 juta orang tersebut didapat berdarkan perhitungan 70 persen dari total penduduk Indonesia di rentang usia 18-59 tahun. Ini mengacu pada uji klinis dari vaksin Sinovac yang diujikan hanya di rentang usia tersebut.

Seberapa ‘segera’ kita bisa mencegahnya, ini masih menjadi tanda tanya. 

Jika target 70 persen dari total penduduk divaksin seperti yang disebutkan presiden, artinya butuh 364 juta dosis sebab satu orang butuh dua dosis. Vaksin Sinovac yang akan didatangkan seperti yang disebut Presiden Jokowi tentu belum cukup.

Pemerintah sebenarnya telah menetapkan enam jenis vaksin Covid-19 yang bisa diberikan di Indonesia. Enam vaksin tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Keenam jenis vaksin yang ditetapkan tersebut yakni vaksin yang diproduksi PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc, dan BioNTech. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyebut bisa saja pemerintah menambah di luar enam itu.

Persoalannya, dari enam jenis vaksin itu, belum ada di luar Sinovac yang komitmen menjual jumlah dosis sebagai jatah untuk Indonesia. Di lain sisi, Sinovac belum selesai uji klinis tahap III, baik di Indonesia maupun di Turki, Bangladesh, dan Brasil. Untuk Turki, diketahui telah menandatangani kesepakatan untuk pemesanan 50 juta dosis Sinovac.

Belum selesainya uji klinis tahap III inilah yang membuat pemerintah belum memberi ‘lampu hijau’ untuk mendistribusikan dan menyuntikkan ke masyarakat jutaan dosis vaksin Sinovac yang telah datang beberapa waktu lalu itu.

 

Maret 2021

Uji klinis III vaksin Sinovac di Indonesia dilakukan di Bandung, Jawa Barat, oleh tim dari Universitas Padjajaran (Unpad) dan Bio Farma. Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, menjadi bagian dari 1.620 relawannya. Pada Senin (14/12) lalu, ia diambil darahnya untuk kali kedua di tiga bulan setelah penyuntikan pertama. Dia merasa tubuhnya dalam keadaan fit dan tidak ada keluhan apapun selama ini.

Namun, ada perubahan dari BPOM yang ternyata relawan vaksin Covid-19 Bio Farma ini harus dicek tidak hanya tiga bulan seperti bulan ini, tapi juga di saat enam bulan. “Kami harus diambil darah lagi di bulan Maret (2021), jadi yang tadinya kita sampaikan pengumuman berhasil atau tidaknya vaksin Covid-19 ini di bulan Desember (2020), kemungkinan akan diundur ke bulan Maret,” kata Ridwan.

Artinya, Bio Farma baru bisa memproduksi massal setelah waktu yang disebut Ridwan Kamil tersebut. Itu pun jika terbukti khasiat dan keamanannya dinyatakan ‘ok’ dan mendapat izin darurat dari BPOM. Satu lagi, juga soal fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Jika sudah produksi massal, proses vaksinasi pun perlu waktu yang tidak sebentar. Sumber daya tenaga kesehatan kita juga tentu berbatas. Untuk bisa menginjeksikan vaksin secara masif ke target 182 juta orang, atau katakanlah 107 juta orang di rentang usia 18-59 tahun, juga bukan perkara gampang dan selesai sebulan dua bulan.

Pada akhirnya, ‘perang’ melawan wabah Covid-19 ini adalah perjalanan panjang dari sebuah ikhtiar. Kita, masyarakat, sebagai bagian dari bangsa ini tentu juga perlu ikut berperan. Setidaknya dengan mencegah penyebaran melalui cara-cara yang sudah kita mahfumi bersama, dari protokol 3M hingga menjauhi atau bahkan membuat kerumunan.

Dalam rentang waktu kita menunggu vaksin siap diberikan ke kita, melangitkan doa juga perlu terus kita lakukan. Allah yang Maha Pembuat Skenario bisa saja dengan mudah melenyapkan pandemi ini dengan cara-Nya yang tak pernah terpikirkan kita. Wallahu ’alam bis shawab.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement