REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, persoalan kedelai di dalam negeri yang berdampak pada mahalnya harga tahu dan tempe yang dikeluhkan para pengrajin, merupakan dampak dari situasi global. Ia mengatakan, Kementan akan mencoba untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dalam jangka pendek.
"Saya akan sikapi di lapangan. Saya tidak mau janji dulu karena saya lagi kerja dan insya Allah dari agenda-agenda yang kita siapkan hari ini mudah-mudahan bisa menjadi jawaban," kata Syahrul usai bertemu dengan Gabungan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) di Kantor Pusat Kementan, Senin (4/1).
Ia mengatakan, harga kedelai impor secara global terpengaruh dari sumbernya di Amerika Serikat yang menjadi produsen. Hal itu berdampak kepada sejumlah negara importir, termasuk Indonesia. Alhasil, harga kedelai menjadi melonjak dan berdampak pada industri makanan, termasuk pengrajin tahu dan tempe.
Menyikapi persoalan itu, Syahrul mengatakan telah bertemu dengan para pihak terkait sekaligus pemerintah daerah agar bisa mempersiapkan pasokan kedelai lokal lebih cepat.
Kendati demikian, Syahrul menuturkan, belum dapat menjanjikan seberapa besar produksi yang bisa dihasilkan untuk bisa menambal kebutuhan kedelai impor yang tengah mengalami kenaikan harga.
"Saya tidak mau bicara angka, tapi dengan langkah cepat Kementan hari ini bersama integrator dan pengembangan kedelai kita coba lipat gandakan (produksi)," ujarnya.
Menurut Syahrul, dalam satu kali pertanaman setidaknya dibutuhkan 100 hari hingga panen. Syahrul menargetkan bisa melakukan dua kali musim tanam agar ketersediaan bisa lebih besar dan digunakan pengrajin tahu tempe.
"Paling penting ketersediaannya, bukan hanya harga. Tentu saja bekerja sama dengan kementerian lain. Kedelai lokal harus menjadi kekuatan kita," kata dia.