Jumat 08 Jan 2021 17:20 WIB

Mengapa Standar Emas Pengobatan Bipolar Kerap Gagal?

Hanya sepertiga pengidap gangguan bipolar yang merespons pengobatan lithium.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Kanye West, salah seorang selebritas yang mengidap gangguan bipolar.
Foto: EPA
Kanye West, salah seorang selebritas yang mengidap gangguan bipolar.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Selama ini, lithium dianggap sebagai standar emas untuk mengatasi gangguan bipolar. Faktanya, hampir 70 persen orang dengan gangguan bipolar tidak meresponsnya dengan baik. 

Hal ini membuat pengidap gangguan bipolar berisiko mengalami perubahan suasana hati yang melemahkan dan berpotensi mengancam nyawa. Para peneliti di Salk Institute telah menemukan bahwa penyebabnya mungkin terkait dengan aktivitas gen atau kekurangan gen.

Baca Juga

Sebuah studi baru yang dipimpin oleh Profesor Salk dan Presiden Rusty Gage, menunjukkan bahwa penurunan aktivasi gen yang disebut LEF1 mengganggu fungsi neuron normal dan meningkatkan hipereksitabilitas dalam sel-sel otak. Ini adalah ciri khas dari gangguan bipolar. 

Temuan itu tampak dalam publikasi di jurnal Molecular Psychiatry pada 4 Januari 2021. Dilansir Times Now News, Jumat (8/1), studi ini diharapkan dapat menghasilkan obat baru yang ditargetkan untuk gangguan bipolar serta penanda biologis atas tidak responsifnya tubuh terhadap lithium.

"Hanya sepertiga dari pasien yang merespons lithium dengan hilangnya gejala," kata Renata Santos, penulis pertama studi dan kolaborator penelitian Salk.

Santos menjelaskan bahwa para peneliti tertarik pada mekanisme molekuler di balik resistensi lithium, yang menghalangi pengobatan lithium pada orang yang tak merespons terapi tersebut. Mereka menemukan bahwa keberadaan LEF1 dalam neuron kurang pada pengidap gangguan bipolar yang tak merespons pemberian lithium. 

"Kami sangat senang melihat bahwa kita bisa meningkatkan LEF1 dan gen yang bergantung padanya, menjadikannya target baru untuk intervensi terapeutik pada gangguan bipolar," ujarnya.

Studi ini didasarkan pada temuan tim sebelumnya, yang melaporkan bahwa neuron orang dengan gangguan bipolar yang tidak merespons lithium lebih lebar, bekerja dengan cara berbeda (lebih mudah distimulasi atau hipereksitasi), dan memiliki peningkatan aliran kalium.

Subjek dalam studi tim saat ini mencakup orang yang responsif terhadap lithium, orang yang tak responsif terhadap lithium, dan orang tanpa gangguan bipolar (kontrol). Dengan menggunakan metode sel punca, para peneliti menumbuhkan neuron dari sel darah subjek dan membandingkan disposisi genetik dan perilaku neuron untuk ketiga kelompok.

Mereka melihat banyak gen di seluruh papan. LEF1 tampak menonjol sebagai salah satu yang paling berbeda di orang yang tak merespons lithium. Biasanya, LEF1 memainkan peran yang menentukan dalam fungsi saraf dengan memasangkan dengan protein lain yang disebut beta-catenin.  

Pasangan tersebut biasanya mengaktifkan gen lain yang mengatur tingkat aktivitas di neuron. Dalam mengontrol atau merespons neuron, lithium memungkinkan beta-catenin untuk berpasangan dengan LEF1. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement