REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, bahwa Iran tidak terlalu mendesak Amerika Serikat (AS) untuk kembali bergabung pada kesepakatan nuklir 2015. Namun Khamenei mengatakan, bahwa sanksi terhadap Republik Islam oleh AS harus segera dicabut.
"Kami tidak memaksa atau terburu-buru agar AS kembali ke kesepakatan," kata Khamenei dalam sambutan langsung yang disiarkan televisi. "Tapi yang logis adalah tuntutan kami, apakah sanksi itu dicabut. Sanksi brutal ini harus segera dicabut," ujarnya menambahkan.
Departemen Keuangan AS pada Selasa (6/1) mengumumkan akan menjatuhkan sanksi kepada seorang warga Iran dan 17 perusahaan yang beroperasi di sektor logam negara itu. Majid Sajdeh ditambahkan ke daftar sanksi, bersama dengan perusahaan yang sebagian besar beroperasi di industri baja, pertambangan, dan mineral Iran.
Ketegangan antara Teheran dan Washington meningkat belakangan sejak 2018. Saat itu, Presiden AS Donald Trump keluar dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam negara besar. Trump kemudian menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Sebagai pembalasan, Teheran mulai secara bertahap melanggar kesepakatan tersebut. Hal ini pun upaya yang berpotensi mempersulit Presiden terpilih AS Joe Biden untuk bergabung kembali dengan kesepakatan itu.
Iran mengatakan pada Senin lalu bahwa pihaknya telah melanjutkan pengayaan uranium 20 persen di fasilitas nuklir bawah tanah Fordow. Pengawas nuklir PBB mengkonfirmasi bahwa Iran telah memulai proses pengayaan uranium hingga kemurnian 20 persen.
Teheran beberapa kali mengatakan, bahwa pihaknya bisa saja dengan cepat membalikkan pelanggarannya jika sanksi AS dicabut. Biden, yang menjabat pada 20 Januari, mengatakan AS akan bergabung kembali dengan kesepakatan itu, jika Iran melanjutkan kepatuhan ketat dengan pakta tersebut.