Senin 11 Jan 2021 20:15 WIB

LPH Baru Diharapkan Miliki Tata Kelola yang Baik

Tata kelola yang baik diharap dimiliki LPH baru.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
 LPH Baru Diharapkan Miliki Tata Kelola yang Baik . Foto: Ilustrasi Makanan Halal
Foto: dok. Republika
LPH Baru Diharapkan Miliki Tata Kelola yang Baik . Foto: Ilustrasi Makanan Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah berharap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) baru memilki tata kelola yang  baik dan tetap menjalankan prinsip Maqashid Syariah Sertifikasi Halal. Pada akhir 2020 ini telah hadir dua LPH yakni PT Sucofindo n PT Surveyor.

"Dengan telah hadirnya 2 LPH yakni PT. Suconfindo dan PT. Surveyor, saya berharap agar kewenangan tersebut dapat dilaksanakan dengan tata kelola yang baik dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Maqashid Syariah Sertifikasi Halal yaitu prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas dan transparansi," kata Ikhsan  pada Senin (11/1).

Baca Juga

Dia melanjutkan, apabila tata kelola sertifikasi halal tidak sesuai dengan Maqashid Syariah, hal ini akan melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap produk sertifikat halal yang dilakukan pemeriksaannya oleh LPH.

"Saya berharap dengan ditetapkan Sucofindo sebagai LPH dapat meningkatkan pelayanan permohonan sertifikasi halal di Indonesia, tentu dengan mengacu kepada standard kehalalan yang berlaku selama ini. Dunia usaha dan Industri sudah familiar dengan Sistem Jaminan Halal yang menjadi standar selama ini. Jadi diharapkan yang kurang bisa di-improve dan disempurnakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) -Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagaimana yang telah dijalankan selama ini," paparnya.

Dia menjelaskan, sesuai ketentuan yang di atur dalam Omnibus Law, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) proses pemeriksaan produk halal akan melibatkan kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara sebagai LPH.

Sebagaimana diketahui bahwa persyaratan mendirikan LPH sesuai yang di atur dalam Pasal 13 UU JPH, di antaranya memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya, memiliki Auditor Halal paling sedikit tiga orang, memiliki laboratorium atau memiliki kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.

Kemudian yang keempat dalam hal LPH didirikan oleh masyarakat, LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum, dan Perguruan Tinggi swasta yang berada dibawah naungan lembaga keagamaan Islam berbadan hokum atau yayasan islam berbadan hukum.

Kelima, dalam hal LPH didirikan oleh masyarakat, LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum dan perguruan tinggi swasta yang berada dibawah naungan lembaga Islam berbadan hukum atau yayasan Islam berbadan hukum dapat bekerjasama dengan badan usaha milik Negara atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Seperti yang kita ketahui, bahwa ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mengatur, "Pasal 4 Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal". Dengan telah diberlakukannya mandatory sertifikasi halal, maka proses sertifikasi halal harus terus dapat berjalan.

Adapun LPH merupakan lembaga yang berwenang melakukan kegiatan pemeriksaan dan atau pengujian terhadap kehalalan produk. Setiap LPH wajib memiliki auditor halal setidaknya tiga orang, yaitu orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan produk. Dan mereka yang menjadi Auditor Halal wajib beragama Islam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement