REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Juru Bicara Satgas Covid-19 Sumatera Barat Jasman Rizal berpendapat terjadinya pro dan kontra seputar vaksin Covid-19 akibat selama ini masyarakat terlalu banyak membaca media sosial. "Sebenarnya vaksin atau imunisasi itu hal biasa dan sudah ada sejak lama, namun karena penerimaan masyarakat terhadap berita dan menyaring informasi tidak sama akhirnya terjadi gonjang ganjing," kata dia di Padang, Ahad (17/1).
Menurutnya, jangankan masyarakat biasa, banyak pejabat, dan orang pintar bertanya soal vaksin ini. Ia menilai pro dan kontra soal vaksin tak terlepas dari persoalan global dan beragamnya sumber informasi sehingga terjadi bias.
"Saya melihatnya siapa penyampai informasi dan siapa penerimanya," katanya yang juga menjabat Kepala Dinas Kominfo Sumbar.
Sebab itu untuk meyakinkan publik maka yang pertama kali divaksin adalah kepala daerah dan jajaran memastikan bahwa vaksin ini aman. Jasman merasa selama ini sosialisasi yang dilakukan soal vaksin sudah cukup namun tetap terjadinya disinformasi soal vaksin.
"Ada yang mengatakan setelah vaksin akan lumpuh bahkan ada yang bilang berbulu badannya atau alat vital membesar, di sini diminta kecerdasan masyarakat memilah informasi yang ada," ujarnya.
Terkait terjadinya disinformasi ia tidak menyalahkan masyarakat karena latar belakang dan pemahaman yang berbeda-beda. Namun, ia mengajak semua pihak mengedepankan logika dan rasionalitas dalam menyikapi vaksin.
"Vaksin ini adalah persoalan sederhana, manusia sejak bayi sudah divaksin tapi tidak ada yang ribut, jadi kalau menerima informasi apapun ditelaah dulu," ujarnya.
Jasman sebagai salah satu orang yang pertama divaksin di Sumbar mengakui saat pertama kali akan disuntik sempat mengalami tekanan darah tinggi namun setelah beberapa hari tidak ada masalah. "Yakinlah pemerintah tidak akan mungkin mencelakakan masyarakat, kalau soal status halal MUI sudah menyatakan halal dan saya ikut ulama," kata dia.
Pada sisi lain, ia melihat saat ini yang terjadi informasi hoaks seputar vaksin menekan informasi yang benar akibat terlalu beragamnya saluran sementara berita benar yang ada di media arus utama sedikit dan tidak sebanding dengan media sosial.