REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Pinangki Sirna Malasari menangis saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) atas tuntuta 4 tahun penjara. Dalam pembacaan pleidonya, Pinangki meminta pengampuan dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Tiada lagi rasa penyesalan yang lebih besar yang bisa saya ungkapkan lagi, andaikan bisa membalik waktu, ingin saya rasanya mengambil pilihan yang berbeda dalam peristiwa ini," kata Pinangki sambil menangis di Pengailan Tipikor Jakarta, Rabu (20/1).
Dalam perkara ini, jaksa Pinangki Sirna Malasari dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Tiga perbuatan Pinangki yaitu menerima suap sebesar 450 ribu dolar AS (sekitar Rp6,6 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra, melakukan pencucian uang sebesar 337.600 dolar AS dan melakukan pemufakatan jahat dengan menjanjikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra.
"Pada kesempatan ini izinkan saya untuk memohon maaf kepada institusi Kejaksaan, kepada anak, suami, keluarga dan kepada sahabat-sahabat saya. Saya sangat merasa bersalah atas perbuatan saya ini," ucap Pinangki lirih.
Pinangki juga mengaku sangat menyesal telah terlibat suatu perbuatan yang telah membuatnya menghancurkan hidup diri sendiri. Pinangki mengatakan, dari lubuk hatinya bahwa perbuatan yang ia lakukan memang tidak pantas dan tercela.
"Membuat saya mempermalukan institusi Kejaksaan, membuat saya mempermalukan seluruh keluarga saya, membuat saya harus kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anak saya satu-satunya, Bima, pada masa pertumbuhannya," kata Pinangki dengan terbata-bata.
Ia pun mengaku tidak lagi pantas disebut sebagai anak kebanggaan orang tua. "Membuat saya pada akhirnya akan dipecat dari pekerjaan saya sebagai jaksa apabila terbukti bersalah dalam persidangan yang mulia ini," ungkap Pinangki.
Dalam akhir pleidoinya, Pinangki memohon diberikan pengampunan dan diberikan kesempatan untuk dapat segera kembali kepada keluarga dan menjalankan pekerjaan utama saya sebagai seorang ibu.
"Tiada kata yang bisa saya sampaikan lagi pada pledoi ini kecuali rasa penghormatan kepada majelis hakim yang saya percaya bisa memutuskan yang seadil-adilnya," tutur Pinangki berharap.
Selama membacakan pledoi pribadi sekitar 6 menit tersebut, Pinangki berulang kali menangis dan terbata saat membacakan pleidoi.