Sabtu 23 Jan 2021 16:26 WIB

Kemendikbud Isyaratkan Sanksi di Kasus Jilbab SMKN 2 Padang

Kemendikbud menyesalkan tindakan intoleransi di SMKN 2 Padang.

 Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, Rusmadi (berdiri) saat konferensi pers terkait protes ortu siswi non-muslim yang mengaku diminta memakai jilbab di sekolah. Rusmadi meminta maaf secara terbuka menyusul kegaduhan yang muncul. (ilustrasi)
Foto: Febrian Fachri/Republika
Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, Rusmadi (berdiri) saat konferensi pers terkait protes ortu siswi non-muslim yang mengaku diminta memakai jilbab di sekolah. Rusmadi meminta maaf secara terbuka menyusul kegaduhan yang muncul. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan, harus ada sanksi tegas terhadap setiap pelaku yang terbukti melanggar peraturan yang berujung tindakan intoleransi di satuan pendidikan. Kemendikbud menyesalkan tindakan intoleransi saat seorang siswi non-muslim diminta mengenakan jilbab di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat.

"Ketentuan mengenai pakaian siswa/siswi di satuan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto dalam keterangan pers, Sabtu (23/1).

Baca Juga

Ketentuan mengenai seragam sekolah telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud tentang pakaian seragam sekolah itu tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.

Selain itu, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau imbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Sekolah juga tidak boleh melarang jika peserta mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian kekhususan agama tertentu berdasarkan kehendak orang tua, wali, dan peserta didik yang bersangkutan.

"Dinas Pendidikan harus memastikan kepala sekolah, guru, pendidik, dan tenaga pendidikan untuk mematuhi Permendikbud Nomor 45 tahun 2014," ujar Wikan.

Dinas Pendidikan Sumatera Barat akan melakukan evaluasi terhadap aturan yang sifatnya diskriminatif, dan mengambil tindakan tegas terhadap aparatnya yang tidak mematuhi peraturan. Terhadap respons kepala dinas setempat, Wikan mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang bertindak cepat untuk menuntaskan persoalan itu.

"Kami mendukung setiap langkah investigasi dan penuntasan persoalan ini secepat mungkin untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang baik di sekolah yang bersangkutan atau di daerah lain," tutur Wikan.

Kemendikbud juga meminta dan terus mendorong seluruh pemerintah daerah untuk konsisten melakukan sosialisasi atas Permendikbud Nomor 45 tahun 2014. Dengan demikian, seluruh dinas pendidikan, satuan pendidikan, dan masyarakat memiliki pemahaman yang sama mengenai ketentuan seragam sekolah.

Kemendikbud berharap seluruh warga pendidikan mampu memahami, menjalankan, dan menjaga agar rasa saling menghormati dan toleransi dapat diwujudkan semaksimal mungkin.

"Harapannya tidak akan terjadi lagi praktik pelanggaran aturan terkait pakaian seragam yang menyangkut agama dan kepercayaan seseorang di satuan Pendidikan. Kami di Kementerian, akan terus bekerja keras dan mengambil langkah-langkah tegas agar praktik intoleransi dilingkungan pendidikan dapat dihentikan," ujar Wikan.

Menindaklanjuti viralnya isu mengenai pemaksaan penggunaan kerudung bagi siswi non-muslim di SMKN 2 Padang, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri, menggelar jumpa pers, Jumat (22/1) malam. Dalam jumpa pers yang difasilitasi oleh Dinas Kominfo Sumbar tersebut, Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, Rusmadi, secara resmi menyampaikan permohonan maafnya.

"Selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi.

"Ananda Jeni Cahyani Hia, kelas X OTKP 1 tetap bersekolah seperti biasa. Kami berharap, kekhilafan dan simpang siur informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kesamaan dalam keberagaman," lanjut Rusmadi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement