REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli kesehatan, dr Andreas Harry Lilisantoso, SpS (K), memberikan saran dan usulan agar pemerintah menggandeng swasta dalam membangun sentra perawatan khusus Covid-19. Pembangunan rumah sakit khusus akan membantu penanganan pasien Covid-19.
"Lihatlah fakta di lapangan, sudah ratusan penderita Covid-19 yang mengantre dan menunggu di rumah sakit, Intensive Care Unit (ICU) dan lainnya. Ini sangat berbahaya bagi semua orang, terutama tenaga kesehatan sendiri," kata dosen Luar Biasa di FK-Universitas Hassanuddin (Unhas) 1996-2001 itu, Senin (25/1).
Ahli penyakit saraf (neurolog) Indonesia yang yang juga anggota International Advance Research Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu, mengemukakan hal tersebut terkait dengan melonjaknya angka Covid-19 yang berdampak pada penuhnya RS dan ruang ICU. Pria yang juga sukarelawan membantu menggalang bantuan bagi nutrisi tenaga kesehatan, menyatakan bahwa tiap rumah sakit rata-rata hanya bisa menampung 10 orang pasien di ICU, sedangkan perawatan pneumonia Covid-19 perlu waktu lama.
Oleh karena itu, kata dia, kondisinya jadi tidak memadai. Jumlah pasien yang memerlukan perawatan di ICU dan kapasitas ICU tidak sebanding.
"Karena itu, maka pemerintah bisa menggandeng swasta atau BUMN untuk membuat sentra-sentra khusus perawatan ICU," kata ahli saraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) itu.
Jika sentra khusus perawatan ICU itu bisa dibuat, kata Andreas Harry, banyak dokter yang bisa diberdayakan. Termasuk dokter yang sedang menunggu magang, menunggu Surat Tanda Registrasi (STR), dokter yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan lainnya. Internsip adalah pemahiran dan pemandirian dokter baru lulus pendidikan untuk penyelarasan hasil pendidikan dengan kondisi di lapangan.
Dengan keberadaan sentra khusus perawatan ICU itu, ia optimistis kepala instalasi anestesi, kepala instalasi paru dapat mengoordinasikan dokter-dokter yang bertugas, seperti begitu banyak PPDS untuk bisa membantu penanganan pasien Covid-19. Menurut dia, selain persoalan kesehatan, pandemi Covid-19 juga mengakibatkan permasalahan sosial sehingga jika banyak penderita yang tidak tertampung bisa meledak.
Ia memberi contoh mereka yang meninggal di depan rumah sakit, menunggu di instalasi gawat darurat (IGD) di rumah karena tidak mendapat perawatan karena penuhnya daya tampung ruang ICU yang ada. "Memang mati itu takdir, tapi berilah perawatan yang seharusnya sebagai sebuah ikhtiar," katanya.
Ia mengapresiasi upaya seperti yang dilakukan PT Industri Kereta Api (INKA) yang bekerja sama dengan Pemkot Madiun, Jawa Timur mempersiapkan gerbong-gerbong kereta api untuk ruang isolasi karena ruang isolasi untuk para pasien Covid-19 di Kota Madiun nyaris penuh. Saat ini, sekurangnya ada tiga trainset dengan total 24 gerbong dengan rincian 18 gerbong untuk pasien dan enam gerbong untuk tenaga medis dan kesehatan, di mana kereta medis darurat tersebut dapat menampung 252 pasien dan 72 medis.
"Nah, upaya seperti itu sangat menolong untuk menangani pasien pneumonia Covid-19 di berbagai daerah di Tanah Air," demikian Andreas Harry Lilisantoso.