REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengakui beberapa pasien Covid-19 membayar obat untuk kesembuhan secara mandiri yang memang tidak termasuk dalam biaya klaim yang dibayarkan pemerintah.
"Dalam penanganan yang sangat kritis, di ICU misalnya, kadang-kadang di situ diberikan obat-obat yang sangat mahal."
"Di sini kadang-kadang dimintakan persetujuan pasien, ini juga memang masalah buat kita semua karena di sisi lain pasien ingin sembuh kemudian diberikan obat-obat yang sangat-sangat mahal, tapii itu yang kadang-kadang oleh rumah sakit dimintakan pembayaran pada pasien, itu yang barangkali sering terjadi," katanya dalam acara FMB9 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (27/1).
Ia membantah kabar yang menyebutkan bahwa ada pasien atau keluarga pasien yang diharuskan membayar secara mandiri apabila hendak menggunakan ventilator di ICU. Dia menegaskan bahwa tindakan pihak rumah sakit yang menarik bayaran dari pasien untuk tindakan klinis yang sesuai dengan tata laksana dan ditanggung oleh negara tidak dibenarkan.
Namun untuk terapi obat-obatan yang di luar biaya klaim pasien Covid-19 yang ditanggung oleh pemerintah memang diakuinya terkadang ditemui di rumah sakit.
"Tapi sesuai dengan aturan bahwa semua pasien Covid-19 itu menjadi tanggungan pemerintah, karena ini yang mengatur adalah perintah dari undang-undang wabah yang kita pegang sampai saat ini," kata Kadir.
Direktur Utama RS Pertamedika Fathema Djan Rachmat mengakui ada beberapa obat-obatan yang ditawarkan kepada pasien Covid-19 untuk terapi kesembuhan. Namun, obat tersebut tidak ditanggung oleh negara.