REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Partai Gerindra mengusulkan agar Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tetap dipertahankan.
Tujuannya demi menjaga kualitas demokrasi serta melihat situasi di masa pandemi Covid-19 yang membutuhkan perhatian lebih komprehensif.
Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menyebutkan pemilihan pesiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) sebaiknya diadakan pada 2024. Karena itu, sebaiknya dipersiapkan sejak sekarang supaya kualitas demokrasi bisa berjalan dengan baik.
Dia mengatakan, semua catatan yang menjadi kekurangan atas penyelenggaraan Pemilu 2019 haruslah dievaluasi. Untuk itu, Muzani melihat pembicaraan mengenai hal tersebut sejak sekarang sudah mulai harus dilaksanakan.
"Saat ini perdebatannya adalah apakah kita akan membahas mengenai RUU Pemilihan Umum yang baru atau tetap mempertahankan UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Pemilihan Umum yang di dalamnya termasuk pemilihan presiden," ujar Muzani dalam siaran di Jakarta, Ahad (30/1)
Muzani menjelaskan, dalam sejarah demokrasi langsung sejak dilaksanakan pemilu 1999, Indonesia selalu mengalami perubahan tentang sistem pemilu setiap lima tahun berikutnya.
Perubahan itu mencakup sistem penghitungan suara, sistem pemilu apakah akan terbuka atau tertutup, threshold yang selalu naik, sampai konversi suara menjadi kursi, dan dapil yang juga selalu bertambah.
"Ini yang menyebabkan kemudahan membuat pola pemilihan umum tidak pernah Ajeg dan tidak pernah bisa dilakukan perbaikan kualitas nya karena sistem nya selalu berubah. Partai politik selalu menyesuaikan dengan UU yang baru setiap lima tahun," kata Muzani.
Muzani mengatakan, demokrasi di Indonesia perlu mendapatkan sebuah penyempurnaan atas sistem pemilu kepada sistem pemilu yang lain. Ujian itu pada aturan main dalam UU Pemilu.
"Gerindra berpikir agar UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi landasan pemilu di 2019 sebaiknya tetap dipertahankan," kata Muzani.