REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia menegaskan sikap pemerintah Indonesia yang menyatakan prihatin terhadap insiden kudeta militer terhadap pemerintahan Aung Aan Suu Kyi di Myanmar.
"MUI sebagai wakil umat Islam Indonesia mendukung pernyataan Pemerintah RI pada 1 Februari 2021 yang menyampaikan rasa prihatinnya atas situasi politik di Myanmar," kata Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja sama Internasional MUI, Bunyan Saptomo, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/2).
dIA mendesak semua pihak untuk menahan diri dan mengedepankan dialog penyelesaian terhadap persoalan sehingga situasi tidak memburuk.
MUI, kata dia, berharap persoalan tersebut diselesaikan dengan jalan dialog dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat Myanmar, termasuk masyarakat Muslim di negara tersebut, di antaranya Muslim Rohingya yang mengalami diskriminasi, pembunuhan dan pengusiran paksa.
"Menurut berbagai laporan media saat ini tercatat lebih dari 700 ribu Muslim terpaksa mengungsi ke Bangladesh dan berbagai negara, termasuk ke Indonesia," katanya.
Bunyan mengatakan MUI menyerukan penguasa di Myanmar melaksanakan resolusi PBB agar melindungi semua kelompok minoritas, termasuk minoritas Muslim.
"Dan memastikan pengadilan terhadap para pelaku pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim Rohingya," katanya.
MUI, kata dia, juga menyerukan agar penguasa di Myanmar menindaklanjuti keputusan International Court of Justice pada Januari 2020 yang memerintahkan Myanmar mencegah kemungkinan berlanjutnya genosida terhadap minoritas Muslimnya.
"MUI mengharapkan kiranya pemerintah dapat membina kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN, OKI dan PBB untuk memastikan bahwa gejolak politik di Myanmar tidak memperburuk kondisi Warga Negara Indoensia (WNI) yang berada di Myanmar serta kondisi masyarakat Muslim di negeri itu, termasuk Muslim Rohingya," kata Bunyan Saptomo.
Seruan MER-C
Sementara itu, organisasi sosial kemanusiaan untuk korban perang, konflik, dan bencana alam yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia juga menyampaikan seruan terkait kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sipil yang terpilih melalui pemilu demokratis.
"Kudeta itu merupakan keputusan ilegal yang membuat Myanmar mundur dalam berbangsa dan bernegara," kata Ketua Presidium MER-C dr Sarbini Abdul Murad.
Dia mengatakanMER-C sebagai organisasi kemanusiaan bersama PMI (Palang Merah Indonesia) dan WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) sudah berupaya merekat persatuan dan kebersamaan antara umat Budha dan Muslim di sana dengan membangun rumah sakit di Myanmar.
Keputusan membangun Rumah Sakit Indonesia, tepatnya di negara bagian Rakhine (Rakhine State) adalah wujud kepedulian MER-C dalam merekatkan persaudaraan antarumat beragama di Myanmar.
"Langkah kudeta yang dilakukan oleh militer menimbulkan keprihatinan kami akan kelangsungan Rumah Sakit Indonesia di Rakhine," katanya.
Karena itu, MER-C meminta kepada pihak militer menghormati hasil pemilu dan menghormati supremasi sipil.
Selanjutnya, MER-C juga mengimbau, terutama kepada ASEAN untuk memastikan agar militer Myanmar tidak melakukan langkah yang berlebihan terhadap etnis Muslim Rohingya dan warga negara lainnya sehingga tidak terjadi bencana kemanusiaan yang hebat.
"Kami minta agar bantuan Indonesia seperti sekolah dan rumah sakit agar tetap difungsikan sebagaimana mestinya," demikian kata dr Ben begitu akrab disapa.