REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai perubahan sikap Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengenai revisi Undang-Undang Pemilu sebagai hal biasa. Adi menilai, penarikan dukungan NasDem dan PKB terhadap revisi UU Pemilu bukan disebabkan oleh isu reshuffle yang sempat berembus.
"Politik memang dinamis. Bisa berubah setiap saat tak terduga. Perubahan sikap NasDem dan PKB perkara biasa dalam pembahasan UU di DPR," kata Adi kepada Republika, Ahad (7/2).
Ia juga menilai, menteri dari Partai NasDem tidak bakal direshuffle. "Harus diakui NasDem partai yang paling loyal terhadal presiden. Pasti ada pertimbangan lain yang lebih penting. Entah itu apa," ujarnya.
Menurutnya, ada alasan substansi dan politis yang tidak diketahui publik terkait keputusan perubahan sikap kedua partai tersebut yang begitu cepat. Pada akhirnya, tarikan partai koalisi pendukung pemerintah versus parpol oposisi akan jadi pertimbangan akhir.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengarahkan agar Fraksi Partai Nasdem DPR mengambil sikap untuk tidak merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Termasuk mendukung pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 2024.
Menurut Surya, Indonesia sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19. Untuk itu, ia menilai perlunya menjaga soliditas partai politik koalisi pemerintahan dan bahu-membahu menghadapi pandemi
"Cita-cita dan tugas Nasdem adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik," ujar Surya Paloh lewat keterangan resminya, Jumat (5/2).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, pihaknya akan menghentikan pembahasan revisi UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sesuai dengan perintah Ketua Umum DPP PKB Muhaminin Iskandar.
"Ketua Umum DPP PKB memerintahkan Fraksi PKB di DPR RI agar menghentikan pembahasan draf RUU Pemilu yang saat ini sedang berjalan dan mendukung Pilkada Serentak Nasional sesuai UU 10/2016 yaitu November 2024," kata Luqman Hakim saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (7/2).
Kedua partai sebelumnya mendorong agar revisi UU Pemilu dilakukan.