REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada hari ini menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Tak hanya pidana badan, Pinangki juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp600 juta subsider kurungan 6 bulan.
Majelis Hakim menilai Pinangki terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menilai Pinangki terbukti melakukan pemufakatan jahat dan pencucian uang atas uang suap yang diterimanya dari Djoko Tjandra.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim menyebut Pinangki dan advokat Anita Kolopaking sering mengurus perkara yang berhubungan dengan Mahkamah Agung (MA) dan Kejagung. Hal tersebut terungkap dari isi pesan WhatsApp keduanya yang membahas pengurusan perkara selain Djoko Tjandra, salah satunya terkait grasi Annas Maamun.
"Menimbang bahwa dalam komunikasi chat dengan menggunakan aplikasi Whatsapp, antara terdakwa dengan Anita Kolopaking dalam nomor urut 1 sampai dengan 14 pada tanggal 26 November 2019, pukul 6.13.29 PM sampai dengan 7.50.34 PM, Percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerja sama dengan saksi Anita Kolopaking. Ditemukan pula percakapan terdakwa terkait grasi Annas Maamun," kata Ketua Majelis Hakim, Ignasius Eko Purwanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2).
Majelis Hakim menyatakan, bukti percakapan di WhatsApp itu menjadi bukti Pinangki dan Anita biasa mengurus perkara selain terkait Joko Tjandra.
"Percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerja sama dengan saksi dari Anita Kolopaking khususnya terkait institusi Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung Republik Indonesia," kata Hakim.
Annas Maamun merupakan mantan Gubernur Riau yang menjadi terpidana perkara korupsi alih fungsi hutan dan divonis 7 tahun pidana penjara pada tingkat kasasi di MA. Hukuman Annas Maamun berkurang satu tahun atau kembali menjadi 6 tahun sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi melalui Keputusan Presiden 23/G Tahun 2019 yang disampaikan Kemenkumham pada 26 Oktober 2019.
Merespons putusan hakim, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ali Mukartono mengapresiasi hukuman 10 tahun penjara terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari. Menurut Ali, vonis tersebut wajar melihat Pinangki selama persidangan, yang menolak mengaku menerima suap-gratifikasi dari terpidana korupsi Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA).
“Kita (Kejaksaan Agung) menghormati keputusan dari hakim itu,” kata Ali saat dijumpai di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Jakarta, Senin (8/2).
Menurut Ali, hukuman 10 tahun penjara itu terbilang pantas dibebankan kepada Pinangki. Selain karena Pinangki, sebagai penegak hukum, jaksa yang menerima pemberian suap dan gratifikasi.
Pun karena menurut Ali, selama persidangan, Pinangki kerap mengubah-ubah kesaksian. Dari mulai, tak mengakui menerima pemberian dari Djoko Tjandra selama proses penyidikan, dan pendakwaan, sampai saat pembuktian di pengadilan. Namun belakangan, saat menjelang penuntutan, Pinangki, dikatakan Ali mengakui perbuatannya.
Akan tetapi, dikatakan Ali, membaca pembelaan pascapenuntutan, Pinangki, malah kembali tak mengakui perbuatannya itu. “Itu risiko dia (dipenjara 10 tahun). Dia (Pinangki) yang menciptakan perbuatannya itu. Keterangan dia kan berubah-ubah. Waktu menjelang tuntutan, ngaku. Habis pembelaan, enggak ngaku. Ya itu risiko dia,” kata Ali.