Ahad 14 Feb 2021 11:14 WIB

Jubir Presiden: Kritik Harus Sesuai Undang-Undang

Masyarakat diminta mempelajari aturan perundang-undangan sebelum mengkritik.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus raharjo
Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman menegaskan, kritik untuk pemerintah harus sesuai aturan dan undang-undang (UU). Hal ini untuk menanggapi pertanyaan mantan wakil presiden Jusuf Kalla terkait cara mengkritik pemerintah tanpa dipanggil pihak kepolisian.

Fadjroel menyampaikan, masyarakat dapat memberikan kritikannya sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku sehingga tak berujung pada pemanggilan kepolisian. “Apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan Peraturan Perundangan, pasti tidak ada masalah,” kata Fadjroel, Ahad (14/2).

Ia mengatakan, pemerintah dan negara memiliki kewajiban melindungi, memenuhi, dan menghormati hak-hak konstitusional WNI. Hal ini, klaim dia, juga sesuai dengan komitmen Jokowi yang tegak lurus terhadap konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku.

Karena itu, Fadjroel meminta masyarakat yang ingin menyampaikan kritikannya agar mempelajari peraturan perundangan terlebih dahulu. Salah satunya dari UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Fadjroel juga menekankan, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan UU. Hal ini diatur dalam Pasal 28J.

"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," kata dia.

Fadjroel melanjutkan, jika berpendapat atau menyampaikan kritik melalui media digital, dapat membaca dan memahami UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia menjelaskan dalam UU tersebut terdapat ketentuan pidana pada Pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan; ayat (2) tentang muatan perjudian; ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Selain itu, ada pula Pasal 45a ayat (1) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; ayat (2) tentang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA.

Serta Pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Sedangkan jika masyarakat ingin menyampaikan kritik melalui unjuk rasa, maka ia meminta agar terlebih dahulu membaca dan menyimak UU Nomor 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement