REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai sektor pertanian menjadi stabilitator dalam pemulihan ekonomi ditengah pandemi. Hal ini diungkapkannya melihat bagaimana kontribusi pertanian yang mampu tumbuh positif baik dari sisi ekspor maupun peningkatan penyerapan tenaga kerja pada tahun sebelumnya.
“Kalo kita lihat dari beberapa upaya yang dilakukan pemerintah, saya kira memang betul bahwa sektor pertanian menjadi stabilitator untuk pemulihan ekonomi dari sisi growth,tenaga kerja,ekspor dan kemiskinan. Tetapi kedepan tantangannya saya kira masih cukup berat,” ujarnya dalam diskusi INDEF berjudul Daya Tahan Sektor Pertanian : Realita atau Fatamorgana, Rabu(17/2).
Tauhid mengungkapkan bahwa tahun 2021 sektor pertanian akan tetap mampu bertumbuh positif seperti tahun 2020. Dalam mencapai target ketersediaan pada tahun 2021, menurutnya, sektor pertanian perlu dukungan banyak pihak baik dari petani hingga pemerintah.
Selain itu, permasalahan berkaitan dengan kondisi alam, pupuk dan dukungan anggaran yang mengalami pengurangan cukup besar dapat memberikan pengaruh besar pada keberhasilan target yang sudah ditetapkan sehingga pemerintah diminta untuk melakukan intervensi untuk memberikan solusi dari permasalahan ini.“Saya kira diperlukan intervensi yang lebih serius bagaimana kita bisa melakukan perubahan besar dari sisi investasi masyarakat, kemudian subsidi pupuk yang diperlukan termasuk tadi mengantisipasi kebijakan perdagangan untuk impor serta dukungan staheholder kementerian /lembaga lainnya,”kata Tauhid.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria mengatakan di era pandemi disaat sektor lain mengalami penurunan, sektor pertanian justru meningkat pangsanya (kontribusinya) dari 12,90 persen pada tahun 2019 menjadi 15,01 persen pada tahun 2020 pada kuarter 2 (Q2).“Angka ini menunjukkan peran sektor pertanian sebagai penyelamat perekonomian nasional. Kalo kita lihat diantara 3 sektor besar (manufaktur,perdagangan, dan pertanian) dengan total share sekitar 50 persen, hanya sektor pertanian yang memiliki pertumbuhan positif sekitar 2,2 persen,” kata Arif.
Arif memaparkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistika(BPS), kontibusi terbesar subsektor pertanian terhadap PDB pertanian tahun 2020 yakni dari subsektor perkebunan sebesar 29,20 persen pada Q2. Namun pada era pandemi, subsektor tanaman pangan juga memberikan peranan yang sangat penting. Kontibusi PDB pertanian meningkat tajam dari 21,63 persen pada tahun 2019 menjadi 25,82 persen pada tahun 2020.
“Kontribusi yang diberikan dalam peningkatan PDB nasional ini menunjukkan respon positif Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menjaga ketahanan pangan dan juga pada stakehoder yang lain,” kata Arif.
Lebih lanjut Arif juga mengatakan kedepan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam membangun sektor pertanian diantaranya akurasi data produksi, konsumsi, stok beras perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dijadikan acuan pemerintah dalam pembuatan kebijakan dan keputusan yang tepat. Selanjutnya, sektor pertanian juga perlu pengembangan sistem neraca produksi dan konsumsi utamnya komoditas pertanian.
“Kita juga perlu peningkatan produktivitas dan mutu komoditas pertanian. Seperti yang kita ketahui meskipun beras kita produktivitasnya tinggi tapi ternyata harga kita jauh lebih tinggi dari negara-negara lain,” ucapnya.
Menurut Arif, kedepan sektor pertanian Indonesia harus dilakukan dengan penerapan teknologi pertanian mulai dari benih unggul, sarana dan prasarana produksi hingga pasca panen yang memberikan nilai guna yang tepat. Indonesia memiliki teknologi yang beragam yang dimiliki oleh perguruan tinggi maupun yang dimiliki badan penelitian dan pengembangan (Litbang).“Ini perlu ada bisnis matching antara apa yang dihasil oleh perguruan tinggi, Litbang dengan market. Kami memiliki concern bahwa inovasi hasil penelitian benar benar bisa memiliki daya manfaat yang besar untuk kemajuan pertanian Indonesia,” tutur Arif.