REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Militer Amerika Serikat (AS) kini memiliki imam (rohaniwan/kapelan) wanita Muslim pertama, yang telah lulus dari Bagian Kapelan Utama Angkatan Udara (Air Force Basic Chaplain Course). Saleha Jabeen mengangkat sumpah untuk menjalankan tugasnya sebagai mentor spiritual dengan begitu khidmat.
Dalam pernyataan resmi Angkatan Udara AS pada Rabu (17/2) lalu, upacara kelulusan bersejarah Jabeen tersebut diadakan pada 5 Februari 2021. Jabeen mengungkapkan rasa syukurnya dan berterima kasih atas kesempatan yang diterimanya. Ia juga menyadari tanggung jawab yang harus dia penuhi di posisi barunya itu.
"Saya bisa memberikan perhatian spiritual kepada semua anggota layanan, Wali dan keluarga dan menasihati para komandan tentang masalah agama dan moral terlepas dari agama, etnis atau jenis kelamin saya. Seperti yang dikatakan atasan kami, ini adalah saat yang paling tepat untuk melayani sebagai rohaniwan di Korps Kapelan Angkatan Udara AS," kata Jabeen, dilansir di laman About Islam, Sabtu (20/2).
Masalah keyakinan atau agama tidak menjadi penghalang bagi Jabeen untuk melangkah maju dalam karirnya. Apalagi, ia merasa orang-orang sekelilingnya menghormatinya.
"Saya tidak harus berkompromi dengan keyakinan atau keyakinan agama saya. Saya dikelilingi orang-orang yang menghormati saya dan bersedia menerima apa yang saya bawa pada jabatan ini sebagai wanita, pemimpin agama, dan imigran," ujarnya.
Jabeen ditugaskan pada Desember lalu sebagai Letnan Dua di Catholic Theological Union di Chicago, menjadi rohaniwan wanita Muslim pertama di Departemen Pertahanan AS.
Jabeen berasal dari India. Ia datang ke AS 14 tahun lalu sebagai seorang pelajar internasional. Dia memiliki harapan yang tinggi.
Jabeen mengungkapkan, semua orang memiliki tujuan yang secara khusus ingin dicapai. Karena itu, ia menekankan untuk mendengarkan kata hati dan mengikuti keyakinan diri. Selain itu, menurutnya, orang-orang dalam hidupnya yang menjadi teladan baginya juga berpengaruh. Karena itu, ia mengatakan bahwa bimbingan demikian dan memilih persahabatan yang baik itu penting.
"Saya hanya ingin orang mengingat bahwa Tuhan, atau kekuatan yang lebih tinggi atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi orang-orang, mengingatkan kita bahwa kita semua diciptakan dengan rencana, untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri," katanya.
Meskipun kapelan berakar pada tradisi Kristen, Muslim di Amerika telah menerima model tersebut sebagai cara untuk memberikan panduan berbasis agama dalam konteks kelembagaan, terutama di militer, di kampus, di rumah sakit, dan di fasilitas pemasyarakatan.
Rohaniwan Muslim sering melayani baik Muslim dan non-Muslim, menawarkan dukungan dan bimbingan spiritual. Dalam beberapa tahun terakhir, kapelan telah bertindak sebagai pemimpin intra-institusi yang bekerja menuju pemahaman antaragama yang lebih besar dan keterlibatan komunitas.
Menurut Association of Muslim Chaplains, sebuah organisasi profesional yang dimulai pada 2011, saat ini kapelan Muslim di AS telah beralih dari dakwah menuju fokus pada dukungan dan pelayanan pastoral.
Association of Muslim Chaplains, bersama dengan Boston University School of Medicine, pada April 2020 lalu merilis survei terhadap rohaniwan Muslim di Amerika. Dari survei itu ditemukan adanya tantangan, termasuk kebutuhan akan lebih banyak lembaga Muslim yang kuat untuk melakukan pelatihan dan memberikan dukungan keuangan, dukungan pribadi, ekspektasi gender, dan iklim sosial.