Masalah agama kembali mencuat, setelah banyak media dan para pemimpin partai berkuasa melakukan kampanye. Mereka melakukan orasi bahwa, yang membawa virus ke India adalah acara Muslim Tabligh di New Delhi. Permusuhan pun kembali memanas.
“Mereka menyebut kami 'corona’. Jadi, kami berhenti keluar dari rumah. Kakak-kakak kami biasa keluar hanya untuk membeli bahan makanan. Setelah tiga-empat bulan, kami lalu menjual rumah," kata Nisha.
Lingkungan Nisha, hanya satu dari banyak daerah lain dengan konflik serupa. Konflik dengan kekerasan anti-Muslim yang menyebabkan lebih dari 50 orang meninggal di Ibu Kota India, New Delhi.
Migrasi dan Turunnya Harga
Kisah serupa yang berujung penjualan aset demi hidup, memang terjadi bagi banyak Muslim di India, seperti Mohammad Hanif. Dia menjual rumah berlantai duanya di Karawal Nagar yang dilanda kekerasan beberapa bulan pascakerusuhan. Kini, ia tinggal di akomodasi sewaan di Mustafabad.
Dia mengaku, harga properti saat itu turun drastis dari yang seharusnya. Menurut dia, sebelum kerusuhan, seharusnya harga rumah berkisar 18 lakh (Rp 349 juta). Namun, karena penjualan secara menyeluruh tertekan, ia menjual rumahnya pada warga non-Muslim senilai 12 lakh (Rp 232 juta).