Kamis 25 Feb 2021 00:05 WIB

Saksi Sebut Edhy Arahkan Perusahaan Dapat Izin Ekspor Benur

Perusahaan yang menghubungi Edhy harus dibantu proses izin ekspornya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster Edhy Prabowo berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (22/2/2021). KPK memperpanjang masa penahanan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu untuk 30 hari ke depan.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster Edhy Prabowo berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (22/2/2021). KPK memperpanjang masa penahanan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu untuk 30 hari ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, Safri Muis, mengungkapkan, bahwa Edhy Prabowo pernah memberikan arahan untuk perusahaan tertentu untuk mendapatkan izin ekspor benih lobster atau benur. Hal tersebut terungkap saat Safri yang juga tersangka perkara ini dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito pada Rabu (24/2).

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung soal pengakuan Safri yang tertuang dalam berita acara pemeriksan (BAP). Dalam BAP itu, Safri menyebut Edhy Prabowo memberikan arahan perihal perizinan.

Baca Juga

"Suadara Edy memberi arahan kepada saya untuk membantu perusahaan tertentu agar proses perizinannya segera dilaksanakan, betul itu?" kata jaksa Siswhandono membacakan BAP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/2).

Safri membenarkan perihal arahan tersebut. Namun, dia menolak jika isi arahan Edhy Prabowon hanya untuk membantu perusahaan tertentu.

"(Perusahaan) Secara umum bukan tertentu," ujar Safri.

Jaksa lalu mencecar bagaimana pola pemberian arahan dari Edhy Prabowo tersebut. Safri pun menerangkan bahwa arahan itu diberikan di rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan, lantaaran saat itu KKP sedang menerapkan work from home.

"Biasa kalau ada pertemuan di Widya Chandra. Ketemu saya (memberikan arahan)," ungkapnya.

Jaksa kembali mencecar Safri perihal perusahaan tertentu yang tertuang di dalam BAP. Namun, Safri kembali membantah. Dia menyebut konteks membantu itu untuk semua perusahaan yang merasa kesulitan mendapatkan perizinan.

"Seingat saya bukan tertentu. Tapi kalau ada memang perusahaan ini, yang menghubungi pak menteri tentang itu (izin) secara umum beliau mengatakan bahwa harus dibantu diproses gitu," kata Safri.

Sebelumnya, Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito didakwa memberikan suap kepada Edhy sebesar 103 ribu dollar AS dan Rp 706 juta. Dalam dakwaan disebutkan, Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi yang merupakan anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK). Suap diberikan Suharjito guna mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020.

Disebutkan dalam dakwaan, uang suap digunakan oleh Edhy dan istrinya untuk kepentingan pribadi. Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement