REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha, Antara
Tertangkapnya Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah oleh KPK memicu desakan dari lembaga swadaya masyarakat agar lembaga antirasuah melebarkan penyidikannya. Menurut Koordinator Jatam Merah Johansyah, penangkapan Nurdin oleh KPK menjawab sejumlah dugaan dari warga di Pulau Kodingareng dan Koalisi Selamatkan Pesisir, serta Koalisi Selamatkan Laut Indonesia.
Merah Johansyah mengungkapkan, terdapat 15 izin usaha pertambangan di wilayah tangkap nelayan Kodingareng yang mendapat izin dari Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Dari 14 IUP itu, empat perusahaan di antaranya bersatus operasi produksi, antara lain, PT Banteng Laut Indonesia, PT Alefu Karya Makmur, PT Nugraha Indonesia Timur, dan PT Berkah Bumi Utama.
"Dari empat perusahaan di atas, dua perusahaan, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Alefu Karya Makmur, ditetapkan sebagai pemenang tender untuk penyediaan pasir laut bagi proyek reklamasi Makassar New Port," kata Merah dalam keterangannya
Menurut Merah, perusahaan pemenang tender itu ditentukan oleh PT Pelindo IV dan kuat dugaan terdapat pengaruh dari Nurdin. Dugaan ini beralasan, kata dia, karena pemilik, pemegang saham, dan pengurus dari PT Banteng Laut Indonesia adalah orang-orang terdekat sang gubernur.
"Akbar Nugraha (direktur utama), Abil Iksan (direktur), dan Fahmi Islami (pemegang saham) PT Banteng Laut Indonesia merupakan mantan tim pemenangan pasangan Nurdin Abdullah–Sudirman Sulaiman pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan pada 2018 lalu. Saat itu, pasangan Nurdin–Sulaiman diusung Partai PDI Perjuangan, PAN, dan PKS, serta didukung PSI," kata Merah.
Dia menyebut, dalam kaitan dengan proyek reklamasi Makassar New Port, Nurdin diduga mengambil keuntungan proyek strategis nasional itu melalui perusahaan koleganya, PT Banteng Laut Indonesia. Adapun, Komisaris Utama PT Banteng Laut Indonesia adalah Sunny Tanuwidjaja yang merupakan mantan staf khusus era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) dan sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Senada dengan Jatam, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga meminta KPK menelusuri dugaan keterlibatan Nurdin Abdullah dalam proyek-proyek infrastruktur lainnya di Sulsel.
"KPK perlu mendalami dugaan keterlibatan Nurdin dalam proyek-proyek infrastruktur lainnya," kata Peneliti ICW, Egi Primayogha dalam keterangannya, Ahad (28/2).
[SIARAN PERS] KPK menetapkan 3 orang tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah/janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara/yang mewakilinya terkait pengadaan barang & jasa, perizinan, & pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan TA 2020-2021 (1/4) pic.twitter.com/g966YZaVYE
— KPK (@KPK_RI) March 1, 2021
Salah satu proyek yang disebut ICW, yakni proyek infrastruktur Makassar New Port. Nurdin disebut pernah memanfaatkan kewenangannya untuk memberikan amdal terhadap dua perusahaan tambang, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur yang akan memasok kebutuhan proyek Makassar New Port yang merupakan proyek strategis nasional.
"Nurdin juga diduga menekan bawahannya agar perusahaan tersebut mudah mendapatkan amdal. Perusahaan tersebut lalu diketahui terafiliasi dengan dirinya dan berisikan orang-orang yang pernah menjadi tim sukses dalam kontestasi pilkada. Perusahaan itu juga diketahui akan memasok kebutuhan proyek infrastruktur Makassar New Port yang merupakan proyek strategis nasional," kata Egi.
Egi mengatakan, kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurdin menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap proyek-proyek infrastruktur secara keseluruhan. Pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang masif dan menyebar di seluruh Indonesia telah menjadi prioritas Presiden Joko Widodo.
"Namun, kita perlu melihat, nafsu untuk membangun infrastruktur justru dapat berimbas pada munculnya praktik-praktik korupsi yang meluas, bagi-bagi konsesi, serta kerugian bagi warga yang berlokasi di sekitar proyek infrastruktur," katanya.
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, akan mendalami setiap informasi yang diterima lembaganya. Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait desakan agar lembaga antirasuah turut mendalami adanya dugaan keterlibatan Nurdin Abdullah dan sejumlah orang-orang terdekatnya dalam memuluskan operasi tambang pasir laut di Pulau Kodingareng dan proyek strategis nasional Makassar New Port (MNP).
"Tentu, semua informasi yang diterima KPK akan kami tampung dan kami tindak lanjuti," ujar Firli di gedung KPK Jakarta, Ahad (28/2).
Firli menekankan, lembaganya tidak pernah menutup diri dari infomasi dari berbagai pihak. "Karena, tidak ada orang bisa sukses tanpa orang lain, termasuk KPK. Karenanya, kami mengapresiasi informasi yang disampaikan tadi," kata Firli.
Nurdin beberapa hari lalu ditetapkan sebagai tersangka kaus suap pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Nurdin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Makassar, Jumat (26/2) malam menjelang dini hari. Nurdin pun dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur
Dalam perkara yang menjeratnya kini, Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto melalui Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat. Tak hanya suap, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 3,4 miliar.
Kepada awak media, Nurdin mengaku kaget saat mengetahui Edy Rahmat yang merupakan orang kepercayaannya menerima suap dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto. Diduga, suap diberikan guna memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya pada 2021.
"Tidak tahu apa-apa kami, ternyata si Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya, sama sekali tidak tahu. demi Allah, demi Allah," ucap Nurdin.
Atas perbuatannya sebagai penerima Nurdin dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
In Picture: KPK Tetapkan Gubernur Sulawesi Selatan sebagai Tersangka