REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Salah satu orang tua dari korban enam laskar FPI yang meninggal, Syuhada menanggapi pernyataan Polri yang sudah menerbitkan Laporan Polisi (LP) atas dugaan adanya unlawful killing di kasus penyerangan Laskar FPI tersebut. Menurutnya, hal yang terpenting adalah kasus ini diselesaikan secara tuntas hingga terungkap dalang di balik penembakan laskar FPI.
"Bagi saya, extra judicial killing yang merupakan pelanggaran HAM berat, apalagi dilakukan secara terstruktur, terukur dan terencana. Sehingga kasus ini harus diselesaikan secara tuntas," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (7/3).
Kemudian, ia melanjutkan dalam kasus ini bukan hanya eksekutornya yang harus dihukum berat, melainkan juga dalangnya serta semua yang terlibat di dalamnya. "Termasuk pejabat pada instansi terkait yang tidak menegakkan keadilan pada kasus ini," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan penyerangan Laskar Front Pembela Islam (FPI) kepada polisi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Dengan demikian, seluruh penyidikan perkara dan status tersangka pada enam almarhum Laskar FPI tersebut sudah tidak berlaku di mata hukum.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan, penghentian kasus ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 109 KUHP karena tersangka sudah meninggal dunia. "Kasus penyerangan di Tol Jakarta-Cikampek dihentikan. Dengan begitu, penyidikan serta status tersangka sudah gugur," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (4/3).
Namun di sisi lain, terkait kasus ini, kata Argo, aparat kepolisian sudah menerbitkan Laporan Polisi (LP) soal dugaan adanya unlawful killing di kasus penyerangan Laskar FPI tersebut. Setidaknya ada tiga polisi dari jajaran Polda Metro Jaya yang sudah berstatus terlapor. Hal itu sebagaimana dengan instruksi Kapolri untuk menjalankan rekomendasi dan temuan dari Komnas HAM soal perkara ini.
"Rekomendasi dan temuan Komnas HAM, kami sudah jalankan. Saat ini masih terus berproses," ujar Argo.