REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mempertanyakan, vaksin berbasis sel dendritik atau vaksin Nusantara yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Pasalnya, ada aspek keamanan dan standar yang tidak dijalankan selama penelitiannya.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini," ujar Penny dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3).
Dia menjelaskan, dalam penelitian harus dapat menjawab profil khasiat vaksin yang jadi tujuan sekunder. Namun, penelitian tetap perlu memperhatikan aspek keamanan, agar vaksin nantinya dapat dipertanggungjawabkan keamanannya.
"Dalam penelitian ini juga ada profil khasiat vaksin yang jadi tujuan sekunder yang harus dijawab, karena bukan hanya aspek keamanan saja ya," ujar Penny.
Jika vaksin Nusantara tak dapat menjawab profil khasiatnya, uji klinis tahap kedua tidak dapat dilanjutkan. Sebab, hal tersebut dapat merugikan subjek penelitian.
"Kalau tidak menunjukkan khasiat vaksin, penelitian ke fase berikutnya menjadi tidak ethical karena akan merugikan subjek penelitian untuk mendapatkan perlakuan yang tidak memberikan manfaat," ujar Penny.
BPOM, kata Penny, akan independen dalam mengawasi perkembangan setiap vaksin yang dipakai di Indonesia. Rencananya, pihaknya akan segera mengadakan pertemuan dengan tim peneliti vaksin Nusantara untuk klarifikasi beberapa temuan itu pada 16 Maret 2021.
"Saya dalam kesempatan ini juga tidak akan membahas data-data uji klinik tersebut karena forumnya belum tepat masih ada yang harus diproses dengan tim peneliti," ujar Penny.