REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024 pada Februari atau Maret dan pencoblosan pilkada serentak 2024 pada 13 November. Salah satu faktor utamanya karena KPU mengantisipasi agar tahapan pemilu tidak mengganggu tahapan pencalonan pilkada.
"Salah satunya yang paling penting adalah agar proses Pemilu 2024 tidak mengganggu proses pencalonan pilkada," ujar Pelaksana tugas Ketua KPU RI Ilham Saputra di kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu (17/3).
Ilham menjelaskan, setelah pemungutan dan penghitungan suara, proses pemilu berpotensi akan berlanjut ke penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi (MK). KPU juga perlu mempertimbangkan adanya putusan MK yang memerintahkan untuk digelar pemungutan suara ulang (PSU).
Sementara, pencalonan pilkada dari jalur partai politik berhubungan dengan hasil Pemilu 2024. Hal ini terkait syarat minimal jumlah perolehan kursi DPRD atau akumulasi perolehan suara sah dari setiap partai atau gabungan partai untuk dapat mengusung kandidat kepala daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tahapan pemilihan presiden dan legislatif dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Dengan demikian, pelaksanaan Pemilu 2024 diperkirakan akan dimulai pada Agustus 2022.
Namun, usulan jadwal pelaksanaan Pemilu 2024 ini masih akan dikaji secara komprehensif oleh KPU. KPU juga akan memerinci simulasi tahapan Pemilu dan pilkada serentak 2024 sesuai permintaan Komisi II DPR.
Baca juga : Istana Merasa Dirugikan dengan Pernyataan Amien Rais
"Ini masih rancangan yang masih bisa kita perbaiki secara detail. Karena, Komisi II juga masih meminta kita untuk membuat tahapan secara detail untuk dikomunikasikan dengan Komisi II dan pemerintah," kata Ilham.