Kamis 18 Mar 2021 13:47 WIB

Cegah Banjir, Pelaku Illegal Logging Harus Ditindak

Kerusakan alam makin terjadi bila praktek illegal logging tidak dihentikan.

Rep: Citra Listyarini/ Red: Bilal Ramadhan
Foto udara kondisi sebuah desa yang luluh lantak akibat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Ahad (24/1/2021).
Foto: Antara/Bayu Pratama
Foto udara kondisi sebuah desa yang luluh lantak akibat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Ahad (24/1/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Banjir Barabai memang menjadi peristiwa yang membekas sekali di awal tahun 2021. Meluapnya air di hulu sungai, menyebabkan kerusakan infrastruktur berupa jembatan, bangunan dan akses jalan. Banyak masyarakat yang menjadi korban musibah banjir tersebut, salah satunya Fahruzi yang merupakan warga Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Fahruzi mengaku banjir tersebut merepotkan para warga dengan ketinggian air di jalan hampir satu hingga satu setengah meter. Bahkan di beberapa area, banjir meluluhlantakkan tempat tinggal bahkan sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.  Kelumpuhan ekonomipun terjadi di Barabai. Tinggal di pengungsian dengan segala keterbatasan, membuat masyarakat menangisi musibah yang datang ke desa mereka.

Berdasarkan sejarah kota Barabai, pada banjir kali ini merupakan banjir yang terparah. Meski diakui Fahruzi pada tahun-tahun sebelumnya sering juga terjadi banjir dan dalam setahun itu terjadi satu hingga enam kali, biasanya akan memuncak di bulan keenam.

“Kerusakan alam di Barabai akan makin terjadi, bila praktek illegal logging tidak dihentikan. Mereka menebang pohon besar-besaran tanpa peduli mengenai akibatnya, ditambah lagi curah hujan yang ekstrim seperti kemarin akan semakin memperparah kondisi,” kata Fahruzi dalam rilisnya, Kamis (18/3).

Faktor kerusakan alam akibat praktik illegal logging (pembalakan liar) dan meluasnya pengambilan batu dan tanah juga dibenarkan oleh Rahma, salah satu penduduk desa yang melihat mirisnya penebangan hutan yang makin banyak terjadi., hingga  mengakibatkan banjir yang terjadi di awal tahun ini lebih besar dibandingkan banjir besar yang terjadi tahun 2013.

“Saya pernah dengar cerita tentang sejarah banjir di masa lampau Barabai, tapi hanya sebatas mendengar dari cerita-cerita orang tua. Yang saya alami banjir bandang kayak gini nih pernah 2013 gitu kan, tapi enggak sebesar yang tahun ini,” kata Rahma yang merupakan warga asli Barabai yang menjadi saksi banjir lalu.

Meski banjir yang melanda merusak dan membuat masyarakat tinggal di tempat pengungsian, tapi bantuan pemerintah daerah, pemerintah pusat dan swasta cepat datang dan mengantisipasi dengan segala kemungkinan di lapangan.

“Bantuan cepat datang dari pusat dengan makanan yang tidak kekurangan, vitamin, dan pakaian. Tapi untuk bantuan tenda pemukiman memang menunggu waktu karena terhalang daerah yang rusak dan tidak bisa dilalui,” kata Rahma.

Banjir Barabai terjadi tidak lepas dari kondisi alam Barabai, dimana illegal logging yang merajalela. “Kalau dulu banget penebangan tidak sebanyak ini dan enggak pernah juga terjadi banjir bandang selama saya lihat," ujar dia.

Sejauh ini memang banyak masyarakat mengakui bahwa penebangan-penebangan pohon yang terjadi, seringkali menjadi mata pencaharian bagi segelintir orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement