REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mengumumkan rencana untuk mengusulkan gencatan senjata kepada milisi Houthi di Yaman, Senin (22/3). Langkah itu dilakukan usai serangkaian serangan milisi tersebut terhadap fasilitas minyak di Saudi.
"Terserah Houthi sekarang. Houthi harus memutuskan apakah akan mengutamakan kepentingan mereka terlebih dahulu atau kepentingan Iran terlebih dahulu," Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dikutip dari Dailysabah.
Namun, Houthi menolak tawaran gencatan senjata Arab Saudi sebagai hal baru. Kelompok itu bersikeras blokade udara dan laut dicabut terlebih dahulu, setelah kerajaan membuat serangkaian proposal untuk mengakhiri perang.
"Arab Saudi harus menyatakan diakhirinya agresi dan mencabut blokade sepenuhnya, tetapi mengajukan gagasan yang telah dibahas selama lebih dari setahun bukanlah hal baru," kata juru bicara Houthi, Mohammed Abdulsalam, kepada televisi pemberontak Al-Masirah.
Arab Saudi telah melancarkan perang yang membuatnya dikritik secara internasional karena serangan udara yang menewaskan warga sipil dan embargo yang memperburuk kelaparan di Yaman. Selain itu, Riyadh pun telah mengajukan gencatan senjata serupa secara sepihak runtuh tahun lalu.
Hanya saja, pertempuran berkecamuk di sekitar kota Marib dan koalisi pimpinan Saudi melancarkan serangan udara baru-baru ini yang menargetkan ibu kota Yaman, Sanaa pada akhir pekan. Sebuah misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan serangan udara lain yang dicurigai menghantam sebuah perusahaan produksi makanan di kota pelabuhan Hodeida.