REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS) Alamsyah Hanafiah menegaskan, dakwaan terhadap HRS tidak memiliki hubungan hukum. Khususnya, ketika menyangkut SKB 6 Menteri soal larangan FPI, Pasal 160 KUHP mengenai penghasutan dan UU Kekarantinaan.
"Tidak ada hubungan hukumnya," ujar dia di depan Gerbang PN Jakarta Timur Selasa (23/3).
Menurutnya, SKB 6 Menteri tidak bisa disatukan dengan pasal 160 dan UU Kekarantinaan. Mengingat, HRS yang sudah menjadi terdakwa sebelum adanya aturan tersebut.
"Itu yang pertama. Maka dengan itu batal," tambah Alamsyah.
Tak sampai di sana pasal 160 KUHP delik pidana umum, kata Alamsyah, juga tidak bisa disatukan dengan delik pidana khusus.
"Unsur yang ada berbeda, ancaman hukuman berbeda. Jadi tidak mungkin ditambahkan," jelasnya.
Jika penggabungan dakwaan tersebut tetap dilakukan, menurutnya hanya delik pidana khusus yang bisa digunakan.
"Jadi tidak boleh digabung kalau beda," ungkap dia.
"Mengetuk Pintu Langit, Menolak Kezaliman, Menegakkan Keadilan" menjadi judul eksepsi HRS. Eksepsi setebal 66 halaman itu banyak mengutip ayat Alquran dan hadist dan sudah tersebar di media sosial.
Kuasa hukum HRS yang lain, Aziz Yanuar mengatakan, tersebarnya eksepsi merupakan upaya perlawanan HRS atas proses hukum yang dijalaninya. HRS menyatakan tak puas karena pengadilan sebagai bagian dari proses mencari keadilan justru jauh dari keadilan.
"Memang itu bentuk tanggapan kami atas dakwaan ngawur, pandir, dan zalim," ujar Aziz.
Diketahui, HRS terjerat tiga kasus sekaligus. Dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, HRS ditetapkan sebagai tersangka pada 14 November 2020 lalu. HRS diduga melanggar Pasal 160 KUHP. Kemudian, pada Desember 2020, HRS juga ditetap sebagai tersangka kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Dari kedua kasus tersebut, HRS dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP.
Selanjutnya kasus terakhir, kasus di RS Ummi Bogor berawal saat HRS dirawat di RS Ummi dan melakukan tes usap pada 27 November 2020. Namun, HRS melakukan tes usap bukan dengan pihak rumah sakit, melainkan lembaga Mer-C.